Tegal, Gatra.com - Seorang penghobi burung merpati di Kota Tegal, Jawa Tengah, Yunius Martin baru-baru ini membuat heboh karena membeli seekor merpati dengan harga fantastis, yakni mencapai Rp2 miliar. Tak hanya penghobi, Yunius juga seorang peternak merpati dan menekuni hobinya hingga menjadi bisnis yang menghasilkan rupiah.
Yunius memiliki 1.000 ekor lebih merpati sejak mulai beternak merpati pada 2013 lalu. Pria 41 tahun itu sampai perlu membuat dua kompleks kandang untuk menampung seluruh merpati miliknya. Salah satu kompleks kandang yang dibangunnya memiliki luas bangunan 250 meter persegi.
"Terakhir menghitung Februari tahun 2021, jumlah merpati yang saya miliki ada 1.100 ekor. Saat ini sedang tahap pembangunan kandang ketiga karena dua kandang suda tidak bisa menampung," ungkap Yunius saat ditemui di salah satu kandang ternak merpati miliknya di Desa Mejasem Timur, Kecamatan Kramat, Kabupaten Tegal, akhir pekan lalu.
Di dua kompleks kandang miliknya, Yunius secara khusus mempekerjakan 12 karyawan. Mereka setiap harinya tinggal di kompleks kandang dan memiliki tugas berbeda-beda, mulai dari membersihkan kandang, memberi pakan, hingga melati merpati yang akan diikutkan dalam lomba merpati kolong. "Mereka saya gaji sesuai dengan UMK," katanya.
Selain untuk menggaji 12 karyawan, Yunius juga mesti merogoh kocek hingga puluhan juta rupiah per bulan untuk merawat merpati-merpatinya. Pengeluaran itu antara lain untuk pakan.
"Pakannya jagung. Sebulan satu ton jagung. Total pengeluaran sebulan sekitar Rp50 juta. Selain pakan jagung, juga diberi vitamin," ujar warga Jalan Kapten Ismail, Tegal Barat, Kota Tegal itu.
Merpati-merpati yang dipelihara Yunius tak hanya dijual dengan harga paling rendah Rp4 juta per ekor, tetapi ada juga yang diikutkan dalam lomba merpati kolong dan kerap meraih juara. Salah satu merpati hasil ternak Yunius yang sudah melegenda di kalangan penghobi merpati, karena kerap juara dalam lomba adalah merpati bernama Sapu Angin.
"Sapu Angin punya rekor terbanyak se-Indonesia, 60 kali juara. 90 persen merpati yang saya ternak merupakan trah keturunan Sapu Angin," ujar Yunius yang memiliki tim dengan nama Baron untuk mengikuti lomba.
Pada masa jayanya, Sapu Angin pernah ditawar sebesar Rp300 juta karena prestasinya menjuarai banyak lomba. Namun Yunius tak pernah mau melepasnya.
"Itu merpati kesayangan, jadi tak pernah mau saya lepas. Umurnya sekarang sudah 16 tahun dan sudah pensiun ikut lomba. Dia merpati paling tua di sini, induk dari segala induk," ungkapnya.
Hobi Yunius memelihara merpati diturunkan dari sang ayah. Saat masih duduk bangku SD pada 1986, dia kerap diajak sang ayah bermain merpati di Desa Sawojajar, Kecamatan Wanasari, Kabupaten Brebes. Desa itu merupakan tempat perlombaan burung merpati pertama kali digelar sebelum meluas ke Tegal dan Pekalongan lalu daerah-daerah lain.
"Setelah itu, keterusan menjadi hobi dan bisnis saya. Mulai ternak merpati tahun 2003 saat kuliah. Awalnya beli di teman dan di pasar," ujarnya.
Sejak mulai menekuni hobi dan ternak merpati, Yunius sudah mengikuti banyak lomba merpati kolong di sejumlah daerah di Jawa dan luar Jawa dengan yang terjauh di Lampung. Dari lomba yang diikutinya, piala juara yang diraih mencapai 100 lebih.
"Rencananya di kandang ketiga nanti, saya mau buat semacam museum untuk menyimpan piala-piala itu," ujarnya.
Belasan tahun menjadi penghobi dan peternak merpati, sudah tentu banyak suka dan duka yang dialami Yunius. Salah satu sukanya adalah jika merpati miliknya meraih juara di lomba.
"Kalau bisa juara itu membanggakan saya sebagai pemilik. Apalagi kalau merpatinya hasil ternakan sendiri," ucapnya.
Sedangkan dukanya, ujar Yunius, yakni ketika ada merpati yang mati dan hilang. Risiko kehilangan terutama ketika sedang mengikuti lomba di tempat-tempat berbeda.
“Biar tidak hilang, kita harus hati-hati. Sebagai makhluk hidup, mereka memiliki pikiran. Jadi ada saat-saat tertentu dia ngambek, capek. Kalau dipaksa, terus ngambek, dia rawan hilang," jelasnya.
Yunius sudah pernah kehilangan merpati miliknya. Dia sampai perlu menggelar sayembara berhadiah uang puluhan juta rupiah bagi siapa saja yang bisa menemukan merpatinya yang hilang. Salah satunya saat merpati bernama Angin Hitam hilang pada 2019 silam.
"Saya buat sayembara, yang bisa menemukan saya kasih Rp30 juta. Tapi dari 2019 sampai sekarang belum ketemu. Sebelumnya saya buat sayembara merpati Bola Emas hadiah Rp30 juta, ketemu," ujarnya.
Baru-baru ini, jumlah merpati yang dirawat Yunius bertambah. Dia bersama dua orang sesama penghobi merpati patungan membeli merpati bernama Rampok dengan harga Rp2 miliar dari seorang warga Bekasi. Merpati kolong itu dibanderol fantastis karena selalu juara di lomba.
Menurut Yunius, banyak faktor yang membuat harga merpati bisa fantastis. Di antaranya kredibilitas atau kemampuan peternaknya, materi untuk ternak, dan perawatan.
"Kemudian kiprah peternak dalam mengikuti lomba merpati di berbagai tempat, berapa banyak prestasinya," ucapnya.
Yunius mengatakan, bagi kalangan penghobi merpati, Jawa Tengah, khususnya Tegal, Brebes dan Pekalongan merupakan barometer. Di tiga daerah itu kerap digelar lomba merpati kolong dengan hadiah menggiurkan, seperti mobil. Banyak peserta lombanya juga datang dari luar kota.
"Jadi ketika ada merpati dari manapun datang dan bisa menjuarai event di Tegal, atau Pekalongan itu pasti harganya melambung dan banyak diburu penghobi merpati," ujarnya.