Purworejo, Gatra.com – Sebuah rumah sakit swasta, RS Palangbiru Kutoarjo, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, digeruduk puluhan orang, di antaranya mengenakan seragam Ormas Pemuda Pancasila pada Senin (22/11). Pasalnya, anak dari Ketua PAC Pemuda Pancasila Kutoarjo, Yanuar Arifin, yang masih berusia 2 bulan meninggal dunia saat dalam perawatan di Bangsal Anak rumah sakit tersebut, Minggu sore (21/11).
Keluarga yang membawa pendamping hukumnya, Sumakmun, menduga ada malpraktik sehingga mengakibatkan kerugian pada bayi yang diketahui berjenis kelamin laki-laki itu. Sesi pertama, keluarga dan pendamping hukum diterima langsung oleh Direktur RS Palang Biru, dr. Iwan Santoso, didampingi Kepala IGD, dr. Dina. Kemudian diskors karena atas permintaan keluarga korban, dokter spesialis anak yang menangani, dr. Sulis, SpA dihadirkan sekira pukul 14.00 WIB.
Monica Evi alias Nanda Ayunda, ibu dari alamarhum Baby D menjelaskan bahwa anaknya masuk ke RS Palang Biru karena kondisinya demam pada Senin (15/11) lalu. "Kala itu anak saya disarankan untuk opname. Sejak pertama kali masuk RS kami keluarga Baby D tidak pernah diberi tahu apa sakitnya. Dokter Sulis kalau kami tanya juga hanya ngendika [bilang] demam biasa," kata Nanda menyesalkan ketidakterbukaan pihak rumah sakit.
Lanjut Nanda, pada Minggu (21/11), Baby D sudah kritis, sekitar pukul 11.30 WIB mengalami kejang-kejang, panas tinggi hingga 40°C. "Saat itu yang menunggui ibu saya. Waktu saya datang, ibu saya minta tolong agar saya bilang ke perswat bahwa oksigennya habis. Lalu saya bilang ke perawat. Saya lihat alat di kaki anak saya yang untuk mengetahui kondisi oksigen itu sudah 0. Kok bisa sampai kehabisan oksigen, bagaimana perawatannya. Kenapa tidak dirawat secara intensif, hanya dirawat biasa padahal kondisi anak saya kan sudah kritis," sambung Nanda.
Menanggapi hal itu, Direktur Utama RS Palang Biru, dr. Iwan Santosa, menjelaskan kronologi keadaan Baby D saat pertama kali masuk ke RS swasta itu.
"Kami mengucapkan ikut berduka cita atas meninggalnya Baby D. Saya jelaskan kronologisnya, waktu dibawa kemari, keadaan anak Baby D panas tinggi, 39,5° C. Saat itu, saya yang memeriksa di IGD. Kondisinya napas sesak, lalau saya sarankan rawat inap, ibunya mau. Kami sudah melakukan yang terbaik untuk merawat Baby D," jelas dr Iwan.
Sementara itu, dr. Sulis, SpA yang menangani Baby D menjelaskan bahwa dari awal diagnosanya adalah radang paru-paru (broncho pnemonia). "Karena radang paru, saya sarankan perawatan intensif yang pengawasannya ketat. Karena di ICU ada pasien dewasa yang sakit pnemonia, mengingat kondisi pasien masih bayi maka saya sarankan di ruangan saja tapi dengan pengawasan ketat," kata dr. Sulis.
Kondisi Baby D kemudian membaik. Selanjutnya pada Sabtu malam perawat menyampaikan lewat WA bahwa kondisi almarhum panas tidak turun-turun.
"Saat itu saya advice pemeriksaan DB, karena saya curiga. Hari Minggu (21/11) baru diketahui positif DB. Sejak malam Minggu [Sabtu malam] atau Minggu dini hari saya lupa tepatnya, sudah saya advice juga ke perawat, tolong, kalau memungkinkan cari ICU yang kira-kira bisa untuk perawatan," lanjut dr. Sulis.
Namun saat ditanya wartawan apakah advice tersebut sudah dipenuhi oleh perawat, tidak diperoleh keterangan yang jelas.
Usai audiensi, pendamping hukum keluarga korban, Sumakmun menjelaskan bahwa kedatangan kliennya untuk mengetahui bagaimana prosedur penanganan di rumah skait itu.
"Kami ingin tahu proses penanganannya seperti apa, berangkat masih dalam kondisi baik, tapi setelah ditangani kok hasilnya drop dan malah meninggal dunia. Tapi hari ini belum ada titik temu, pihak rumah sakit masih keukeuh [bersikeras] dengan argumennya. Mereka masih membuka ruang untuk mediasi lagi," jelas Makmun.
Makmun menegaskan, jika tidak tercapai titik temu, maka pihak keluarga Baby D akan melakukan upaya hukum. "Tujuan kami agar tidak ada lagi korban-korban lain yang mengalami hal seperti ini. Kalau pihak rumah sakit menjelaskan apa penyakit anak klien saya, tentunya mereka bisa melakukan langkah-langkah lain," ujar Makmun.