Jakarta, Gatra.com – Peneliti senior dari Indonesia for Global Justice (IGJ), Olisias Gultom, mengungkapkan bahwa secara digital, Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat.
Olisisas bahkan menyebut bahwa Indonesia adalah negara yang atraktif karena sejauh ini sudah memiliki sekitar 1.600 start-up. Di skala global, dalam catatannya, Indonesia berada di posisi ketiga dengan start-up terbanyak, hanya kalah dari Amerika Serikat dan India.
“Artinya saya ingin menyampaikan bahwa Indonesia sangat berkembang secara digital dan mengambil peluang itu dengan cukup besar dan signifikan,” ujar Olisias dalam sebuah webinar yang digelar pada Senin, (22/11/2021).
Walau begitu, Olisias mengingatkan bahwa di balik perkembangan pesat dari perusahaan-perusahaan yang ada, terdapat andil kapital-kapital internasional yang ikut bekerja sama. Dengan kata lain, perusahaan-perusahaan digital itu tak berkerja sendirian.
“Jadi saya ingin menggambarkan di sisi lain bahwa apa yang berkembang ini harus kita pahami bahwa itu bagian dari perkembangan global capital, tetapi di sisi lain melibatkan jutaan orang, baik yang bekerja atau memenfaatkan fasilitas-fasilitas digital, dalam jumlah yang sangat banyak, dan itu melibatkan masyarakat umum di wilayah Indonesia secara luas,” ujar Olisias.
Salah satu contoh nyata pesatnya perkembangan dunia digital di Indonesia adalah munculnya berbagai macam e-commerce, seperti Tokopedia, Shopee, Bukalapak, dan lain-lain.
Menurut Olisias, walaupun menunjukkan perkembangan, beragam e-commerce tersebut juga bisa menjadi tantangan bagi masyarakat Indonesia. Selalu ada hal yang patut dicermati di balik segala perkembangan.
Di satu sisi, kehadiran e-commerce disebut sebagai harapan baru bagi masyarakat Indonesia karena mampu meningkatkan produksi lokal. Namun, di sisi lain, manuver perusahaan-perusahaan internasional di balik perkembangan digital ini juga perlu dicermati di tengah munculnya liberalisas pasar digital.
“TNC atau trans national corporation atau perusahaan-perusahaan besar di dunia juga melihat e-commerce ini menjadi peluang bagi mereka, khususnya dalam memperluas akses mereka terhadap pasar,” ujar Olisias.
Beberapa isu bermunculan dengan adanya keterlibatan pihak internasional di pasar dalam negeri ini. Contoh paling nyata adalah persoalan lemahnya perlindungan data pribadi. Dalam konteks liberalisasi pasar, tak hanya data pribadi yang terancam, tetapi juga data kedaulatan negara.
Oleh karena itu, Olisias berpesan agar negara bisa mengantisipasi hal tersebut. Ia mengingatkan bahwa, di era digital seperti sekarang ini, data adalah suatu jenis minyak yang baru (new oil) yang amat bernilai harganya.