Jakarta, Gatra.com- Direktur Eksekutif Lokataru, Haris Azhar memberikan alasan ketidakhadirannya dalam mediasi dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan pada Senin (17/11). Mediasi ini terkait laporan Luhut atas dugaan pencemaran nama baik.
Haris berujar bahwa ia tidak menghadiri mediasi karena terlapor lain, Fatia Maulidiyanti tidak menghadiri agenda mediasi karena memiliki agenda. Diketahui, Fatia sendiri tidak hadir karena pergi ke luar kota. "Karena Fatia jauh-jauh hari pada hari undangan mediasi sudah punya agenda. Jadi kalau Fatia gak datang, saya gak datang karena kami terlapornya sama-sama," tutur Haris di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan pada Senin (22/11).
Haris juga menyebutkan bahwa Ia sudah memberitahukan ketidakhadirannya dalam agenda mediasi kepada polisi. Mediasi antara Luhut dengan Haris Azhar dan Fatia sudah diagendakan 3 kali. Meski begitu, ketiganya tidak terlaksana.
Luhut melaporkan Haris Azhar dan Fatia pada Rabu (22/09) ke Polda Metro Jaya atas dugaan pencemaran nama baik. Ia mengambil jalur hukum karena terlapor tidak meminta maaf atas pernyataan mereka yang dinilai tidak benar. Menurut Luhut, ia sudah meminta terlapor untuk minta maaf.
Adapun perkara ini bermula dari konten YouTube yang diisi Haris Azhar dan Fatiya dengan judul "Ada Lord Luhut Dibalik Relasi Ekonomi-Ops Militer Intan Jaya" di channel YouTube Haris Azhar. Dalam video ini disebutkan bahwa adanya temuan dari gabungan organisasi masyarakat terkait bisnis petinggi atau purnawirawan TNI AD di balik bisnis tambang emas atau rencana eksploitasi blok Wabu di Kabupaten Intan Jaya, Papua.
Di dalam video tersebut, Fatia berujar bahwa perusahaan PT Tobacom Del Mandiri terlibat dalam bisnis tambang di Blok Wabu. PT Tobacom Del Mandiri menurutnya anak perusahaan dari PT Toba Sejahtera Group yang sahamnya dimiliki Luhut. "Luhut bisa dibilang bermain di dalam pertambangan-pertambangan yang terjadi di Papua hari ini," kata Fatia.
Dalam siaran pers di Pusaka.or.id pada 12 Agustus 2021, terdapat laporan dari gabungan organiasi masyarakat berjudul "Ekonomi-Politik Penempatan Militer di Papua: Kasus Intan Jaya".
Laporan tersebut menyebutkan adanya indikasi relasi antara konsensi perusahaan dengan penempatan dan penerjunan dengan kasus di Kabupaten Intan Jaya, Papua.
Dalam laporan ini, terdapat 4 perusahaan yang teridentifikasi, 2 di antaranya perusahaan itu merupakan konsensi tambang emas yang teridentifikasi terhubung dengan Luhut.