Jakarta, Gatra.com – Indonesia Justice Watch (IJW) keberatan dengan rencana Jaksa Agung yang ingin melanjutkan eksekusi pidana mati. Meski begitu, IJW mengatakan, sebenarnya setuju bahwa implementasi pidana mati khususnya terhadap pelaku kejatahan berat.
IJW mengatakan hukuman pidana mati terhadap pelaku kejahatan berat atau luar biasa terlihat memenuhi rasa keadilan sebagian masyarakat. Hal tersebut seperti teori retributif dalam pemidanaan dan hal tersebut jelas diatur dalam hukum positif.
Menurut Direktur Eksekutif IJW, Akbar Hidayatullah, implementasi di Indonesia jauh dari kata ideal untuk diterapkan. “Implementasi hukum kita masih sangat transaksional,” ujar Akbar dalam keterangannya, Jumat (19/11).
Selain itu, Akbar mengatakan, penegakan hukuman mati di Indonesia belum mempunyai pedoman yang jelas. Hal tersebut dinilai dapat menimbulkan ketidakkonsistenan dalam penegakkannya.
“Indonesia belum memiliki Sentencing Guideline (pedoman pemidanaan) sehingga sebenarnya mau ikuti teori pemidanaan yang mana? Harus konsisten demi kepastian hukum,” ujar Akbar.
Tak hanya itu, Akbar juga menyoroti belum terwujudnya asas "equality before the law" dalam sistem pemidanaan Indonesia. Hal tersebut seringkali membuat masyarakat tidak mendapatkan pengadilan yang adil.
Oleh sebab itu, Akbar menyarankan Jaksa Agung untuk terlebih dahulu mengutamakan reformasi internal. Setelah itu, Jaksa Agung dapat mengusulkan adanya perpu moratorium hukuman mati.
“Sehingga memenuhi prinsip kehati-hatian sebagaimana adagium 'Lebih baik membebaskan 1000 orang bersalah, dari pada menghukum 1 orang yang tidak bersalah'. Demikian yang kami sarankan,” ujar Akbar.