Home Gaya Hidup Resensi Film Venom 2 Let There Be Carnage

Resensi Film Venom 2 Let There Be Carnage

Jakarta, Gatra.com – Menggarap sekuel sering kali adalah upaya yang sulit. Bagaimana film tersebut harus lebih baik dan tidak kalah menghibur daripada yang pertama. Belum lagi pengembangan cerita dan karakter yang sejalan tapi tidak boleh meniru mentah-mentah cerita sebelumnya. Salah satu musuh terbesar Peter Parker yaitu Venom, pertama kali tampil di layar lebar lewat Spider-Man 3 (2007). Produksi spin-off kemudian hadir pada 2018 dan terbaru, Venom: Let There Be Carnage tayang di tahun ini. Jika sebelumnya Tom Hardy hanya menghidupkan karakter simbiot tersebut, maka di Venom 2 dia terlibat menjadi penulis naskah sekaligus produser.

Di Venom 1, kita sudah menyaksikan alasan kenapa simbiot ekstrateresterial itu pada akhirnya memutuskan ‘memakai’ tubuh Eddie Brock (Tom Hardy) sebagai inangnya. Pada Venom 2 (judul asli yang dipakai selama proses produksi), fokus utama cerita sesungguhnya pada konflik hubungan Eddie dan Venom. Simbiot ini kecewa karena sang jurnalis tak memaksimalkan kemampuan fisik yang mereka miliki untuk menyelamatkan dunia. Perseteruan keduanya menggunakan banyak dialog komedik yang bisa menghibur penonton.

Salah satu adegan dalam film Venom: Let There Be Carnage. (Dok. Sony Pictures/fly)

Tidak banyak trailer film yang mengungkap cukup jelas plot utuh film. Namun jika kita menonton trailer Venom: Let There Be Carnage, maka kita langsung paham awal hingga akhir film.

Seorang kriminal, Cletus Kasady (Woody Harrelson) akan dihukum mati. Ketika Eddie datang menemui dia di selnya, Cletus menggigit jari Eddie. Darah Eddie yang mengandung unsur simbiot pun tertransfer ke Cletus. Semua berubah saat cairan-cairan kimia hendak disuntikkan dalam proses hukuman matinya. Alih-alih membunuhnya, zat-zat itu malah memperkuat simbiot di tubuhnya hingga akhirnya lahirlah simbiot baru dengan kekuatan super dan dia namakan Carnage.

Sukses kabur bersama Carnage, Cletus segera mencari keberadaan kekasihnya, Frances Barrison (Naomie Harris). Keduanya tumbuh besar di rumah untuk anak-anak yang tak diinginkan, St. Estes. Mereka terpisah ketika Frances yang punya kemampuan memanipulasi bunyi itu dipindahkan ke Institusi Ravencroft.

Salah satu adegan dalam film Venom: Let There Be Carnage. (Dok. Sony Pictures/fly)

Dalam upaya membebaskan Frances itu, Carnage/Cletus tak peduli jika harus menghancurkan separuh Kota San Fransisco. Banyak pula aparat yang terbunuh.

Sialnya, Eddie baru saja bertengkar hebat dengan Venom. Marah, Venom memutuskan keluar dari tubuh Eddie dan mencari inang lain. Sehingga ketika Detektif Mulligan (Stephen Graham) meminta Eddie membantunya melacak keberadaan Cletus, dia pun gentar karena kekuatan Venom tak ada lagi dalam dirinya. Untung saja, berkat bantuan mantan kekasih Eddie, Anne Weying (Michelle Williams), Venom mau mengalah dan kembali bersatu dengan Eddie.

“Film ini adalah cerita cinta, tapi bukan cerita cinta yang Anda pikirkan. Ini lebih pada hubungan luar biasa antara simbiot dan inangnya. Seperti setiap cerita cinta, tentu saja ada kondisi baik dan buruknya. Hubungan Venom dan Eddie kerap menyebabkan masalah. Tapi mereka tak bisa hidup tanpa satu sama lain,” ujar sutradara Andy Serkis.

Salah satu adegan dalam film Venom: Let There Be Carnage. (Dok. Sony Pictures/fly)

Dengan durasi 97 menit (1 jam 37 menit), Venom: Let There Be Carnage adalah film superhero live-action terpendek kedua yang pernah dirilis di bioskop. Film terpendek pertama ialah Fantastic Four: Rise of the Silver Surfer (2007).

Dalam durasi sependek itu, penonton tidak disuguhkan dengan sesuatu yang spesial. Dialog komikal sudah banyak digunakan oleh Deadpool misalnya (walau memang lebih vulgar). Meski dalam konteks berbeda, pertolongan mantan kekasih juga dialami oleh Dr. Stephen Strange. Laga melawan sosok yang menyatu dengan diri sendiri adalah narasi keseharian Profesor Bruce Banner versus Hulk. Dengan kata lain klise-klise dalam sebuah film superhero dapat dengan mudah kita temukan di sini.

Bagi penggemar Venom 1, maka akan suka dengan Venom 2 yang CGI-nya lebih canggih. Wajar, sebab sang sutradara Andy Serkis dikenal sebagai aktor yang kerap menjadi karakter CGI. Dia adalah Gollum di seri Lord of the Rings, Caesar di film-film Planet of the Apes, juga karakter Supreme Leader Snoke di Star Wars. Jadi departemen Efek Visual berperan sangat penting di Venom: Let There Be Carnage.

Tom Hardy dan sutradara Andy Serkis dalam Venom: Let There Be Carnage. (Dok. Sony Pictures/fly)

Keempat aktor utama dalam Venom 2 ini ialah nominator Oscar. Hardy layak diapresiasi karena dia juga mengisi suara untuk Venom. Meski latar karakternya tak tereksplorasi dengan baik, Harrelson bisa menampilkan wajah kriminal dengan pas. Sementara, Naomie Harris dan Michelle Williams yang mendapat jatah screen time minim, tetap terlihat menonjol. Dengan kata lain, kemampuan akting mereka yang membuat film ini sedikit bisa ditolerir untuk dinikmati, terlepas dari cerita yang dipaksakan dan minim pengembangan.

Ini adalah film kedua dalam Sony Spider-Man Universe (SSMU), setelah Venom (2018). Seperti diketahui, Venom dan Spider-Man merupakan karakter di bawah hak cipta Marvel. Trilogi Spider-Man Tobey Maguire diproduksi oleh Columbia Pictures (bagian dari Sony Pictures). Ketika Marvel diakuisisi oleh Disney pada 2009, karakter Peter Parker belakangan masuk dalam Marvel Cinematic Universe (MCU), yang diperankan oleh Tom Holland. Di sela-sela itu, mereka sempat bekerja sama membuat The Amazing Spider-Man yang dibintangi Andrew Garfield. Kini, era SSMU ditandai dengan penggabungan karakter Venom dengan Spider-Man-nya Holland, plus sejumlah bandit dari era Maguire.

3425