Pati, Gatra.com - Pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, kelabakan karena melejitnya harga minyak goreng curah maupun kemasan di pasaran.
Pelaku usaha kripik tempe, Restutik mengatakan, kenaikan harga minyak goreng mulai merangkak pada September dan meroket naik pada November. "Harga minyak goreng curah saat ini dari Rp11.000 menjadi Rp16.000. Kalau yang kemasan dari Rp14.000 menjadi Rp18.000," ujarnya, Rabu (17/11).
Sontak kenaikan ini membuatnya gamang. Selain keuntungan yang semakin tipis. Daya beli masyarakat pun belum tumbuh imbas dari pandemi Covid-19. "Keuntungan menipis sekali, jika biasanya mencapai Rp10.000, paling keuntungan sekarang hanya Rp1.000 - 2.000 saja per kilogram. Penjualan juga belum normal selama pandemi," jelasnya.
Meskipun bahan baku utama seperti minyak goreng melonjak naik, pihaknya tidak ada pilihan lain selain tetap memproduksi keripik tempe.
Padahal dalam sehari setidaknya, Rastutik membutuhkan minyak goreng seberat 10 liter untuk menunjang produksi. Mengingat untuk memperoleh hasil yang maksimal, kripik tempe harus digoreng sebanyak dua kali. "Berat sekali, tetapi kalau tidak ada produksi terus kami bagaimana, kalau produksi kami tidak ada keuntungan," terang warga Desa/Kecamatan Kayen itu.
Dalam pandangan yang sama, Sunadi (31), produsen martabak di Kecamatan Trangkil mengaku keuntungan menyusut hingga 30%, dampak dari naiknya minyak goreng. Terlebih untuk memproduksi jajanan seperti donat, tahu petis, onde-onde, martabak, dan jajanan lainnya. Ia membutuhkan sebesar 29 kilogram minyak goreng, setiap dua hari sekali.
"Kita terimbas banget dengan naiknya minyak goreng. Apalagi saya kan saya enggak hanya jualan martabak, tapi jajanan goreng lainnya. Tolonglah harga minyak goreng dinormalkan kembali, sehingga kami sebagai pelaku usaha kecil bisa mendapatkan keuntungan. Karena kalau saya naikkan harganya, para pembeli ini pada lari," beber warga Desa Pagerharjo, Kecamatan Trangkil itu.