Jakarta, Gatra.com – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mendukung terbitnya Peraturan Mendikbudristek (Permendikbud) Nomor 30 /2021 tentang Pecegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di lingkungan perguruan tinggi.
Wakil Ketua Komnas HAM, Amiruddin menyebut, keluarnya beleid itu tepat waktu. Sebab, kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus kini kerap muncul ke permukaan. Amiruddin menyebut peraturan ini sejalan dengan perlindungan HAM.
Baca Juga: Kemendikbudristek Didesak Tindak Tegas Kasus Kekerasan
"Komnas HAM memandang substansi dari Permendikbudristek itu sejalan dengan penghormatan dan perlindungan Hak Asasi Manusia dan memiliki perspektif keadilan gender yang kuat," ujar Amiruddin melalui keterangan resminya, Jumat (12/11).
Amiruddin menambahkan, peraturan ini sesuai dengan pasal 29 UU No.39/1999 tentang HAM, yang berbunyi, “Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan hak miliknya.”
Ia menegaskan, hak tersebut masuk ke dalam “hak atas rasa aman.” Amiruddin menilai bahwa kampus sudah seharusnya menjadi tempat bagi terlindunginya hak atas rasa aman tersebut.
Baca Juga: Nadiem Pastikan Kampus Bisa Bentuk Satgas PPKS
"Oleh karena itu Komnas HAM mendukung pemberlakuan Permendikbudristek itu. Tentu demi mencegah kekerasan seksual terjadi, serta menjadi dasar untuk mengambil tindakan hukum kepada pelakunya jika telah terjadi," imbuh dia.
Sementara itu, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim menegasakan bahwa diprakarsainya regulasi itu sebagai upaya pemenuhan hak warga negara.
Nadiem menyebut, bahwa sudah menjadi hak tiap warga Indonesia untuk memperoleh pendidikan tinggi yang aman. Karena menurutnya akan ada pembelajaran yang dapat berlangsung apabila lingkungan belajar tidak aman.
Baca Juga: Permendikbud dalam Kasus Pelecehan Seksual di Kampus Unri
“Peraturan Menteri ini juga akan memberikan kepastian hukum bagi perguruan tinggi dalam melihat PPKS. Karena saat ini, belum ada kerangka hukum. Banyak sekali dosen dan rektor berbicara kepada saya mengenai masalah ini, Tapi mereka kadang tidak tahu cara untuk mengambil tindakan. Karena belum dikasih payung hukum yang jelas,” tutur Nadiem dalam Taklimat Media Merdeka Belajar: Kampus Merdeka dari kekerasan Seksual secara daring, Jumat (12/11).
Bukan hanya soal kepastian hukum, mantan bos Gojek ini juga menginginkan adanya langkah edukasi mengenai isu kekerasan seksual. Menurutnya perlu ada kategori yang jelas dari kekerasan seksual. Bila merujuk pasal 5, yang termasuk tindak kekerasan seksual adalah verbal, nonfisik, fisik, serta melalui teknologi informasi dan komunikasi.
“Melalui edukasi, terjelaskan apa itu definisi kekerasan seksual. Permendikbudristek PPKS ini juga berupaya menghilangkan area ‘abu-abu’ yang ada selama ini. Apa yang dimaksud dengan area abu-abu? Yakni aktivitas-aktivitas yang dipahami secara tidak hitam dan putih, apakah itu merupakan kekerasan seksual atau bukan,” tegasnya.
Baca Juga: Nadiem: Permen PPKS akan Beri Kepastian Hukum
Dengan dikeluarkannya beleid ini pun Nadiem berharap timbul sinergitas antara stakeholder pendidikan mengenai pencegahan kekerasan seksual. Oleh karenanya, akan menjadi baik bila mulai dari tenaga pendidik, pelajar, hingga sivitas akademika di lingkungan pendidikan bisa berkolaborasi dalam pencegahan tersebut.
“Kolaborasi pun juga akan terjadi antara kementerian dan kampus-kampus untuk menciptakan budaya akademik yang sehat sesuai dengan akhlak mulia,” tutup Nadiem.