Jambi,Gatra.com- Pasca terjadinya konflik antara Suku Anak Dalam (SAD) dengan PT PKM (Primatama Kreasi Mas) dan masyarakat, Polda Jambi memfasilitasi pertemuan dan kesepakatan damai para Tumenggung SAD dengan para Kades, Kec. Air Hitam. Sabtu 6/11/21
Kapolda Jambi Irjen Pol Albertus Rachmad Wibowo melalui Kabid Humas Polda Jambi, Kombes Pol Mulia Prianto mengatakan, pihaknya telah menurunkan Tim untuk melihat langsung proses mediasi kasus tersebut.
Dalam proses mediasi itu, lanjut Mulia, Tim yang dipimpin oleh Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jambi AKBP Trisaksono Puspo Aji menghasilkan beberapa kesepakatan. Diantaranya, Terkait kasus penembakan oleh 3 (tiga) orang pelaku agar diselesaikan secara hukum positif (jera kepada pelaku dan warga SAD yang lain) dan hukum adat (untuk mendamaikan antara SAD dan warga).
"Selanjutnya, Tiga orang pelaku penembakan harus diserahkan ke Kepolisian paling lambat Minggu, 7 November 2021," kata Kombes Mulia kepada Gatra.com, Sabtu (6/11).
Mulia menjelaskan, usai pertemuan yang berlangsung di kantor Camat Air Hitam, Desa Pematang Kabau tersebut, dilaksanakan pula penyerahan 3 pucuk senjata api rakitan dari Tokoh SAD Air Hitam dan Tumenggung Grip kepada Kapolres Sarolangun. "Sekira pukul 13.30 Wib kegiatan selesai dan selama kegiatan berlangsung situasi aman, tertib dan lancar," ujarnya.
Sebelumnya, Warga Suku Anak Dalam (SAD) Jambi diduga melakukan penembakan terhadap tiga anggota satuan pengamanan (Satpam) perkebunan sawit.
Berdasarkan keterangan Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi Robert Aritonang, penembakan itu terkait dengan penyerangan "dua truk karyawan perusahaan" ke permukiman Orang Rimba yang menumpang di dalam kebun sawit warga Desa Lubuk Jering.
KKI Warsi menilai akar konflik antara warga SAD dengan perusahaan perkebunan adalah tidak terakomodasinya pola hidup berpindah mereka di sistem kepemilikan lahan yang banyak dikuasai perkebunan.
Robert menyebut area perkebunan sawit itu dulunya merupakan wilayah jelajah SAD. Kemudian perusahaan hadir dan memarginalkan Orang Rimba di lahan mereka sejak dulu.
"Ini yang jadi intinya, Orang Rimba kehilangan sumber penghidupan mereka, akibat lahan beralih fungsi menjadi perkebunan sawit," kata Robert, dikutip dari Antara.
Di sisi lain, perkebun sawit tak memungkinkan tumbuhnya tanaman pangan seperti umbi atau buah lain untuk dikonsumsi Orang Rimba. Alhasil, mereka mengambil brondol, yakni butiran sawit yang jatuh dari tandannya, untuk ditukarkan dengan beras.
Ketika Orang Rimba mengambil brondol, Robert menyebut perusahaan menganggapnya maka sebagai pencuri alias pelaku kriminal.
Akibatnya, beberapa Orang Rimba dilaporkan ke penegak hukum. Satpam perusahaan pun melakukan tindakan yang diyakini sebagai bentuk perlindungan tempat usaha.
Turut hadir dalam pertemuan dan kesepakatan damai tersebut, Wadir Intelkam Polda Jambi, Kapolres Sarolangun, Camat Air Hitam, Para Kades (Lubuk Kepayang, Dusun Baru, Jernih, Lubuk Jering, Pematang Kabau, Bukit Suban, Kab. Sarolangun). Kades Jeluting, Kab. Batanghari (diwakili Kasi Pemda Kasi Kesra). Para Tokoh (Agama, Adat, Masyarakat dan Pemuda), Jenang SAD (Jalaludi), Tokoh SAD Air Hitam (H. Zailani), Para Tumenggung SAD, Tumenggung Grip (Bukit Suban), Tumenggung Malayu Tuo, Tumenggung Malimun, Tumenggung Ngelambu, Warsi sebagai pendamping SAD.