New York, Gatra.com- Perusahaan Pfizer Inc mengatakan pada hari Jumat, 5 November 2021, bahwa uji coba pil antivirus eksperimental untuk COVID-19 mereka telah dihentikan lebih awal. Hal ini terjadi setelah obat tersebut terbukti mengurangi 89% kemungkinan rawat inap atau kematian bagi orang dewasa yang berisiko terkena penyakit parah.
Kantor berita Reuters melaporkan pada Jumat, (5/11) hasilnya tampak melampaui pil Merck & Co Inc, molnupiravir, yang ditunjukkan bulan lalu untuk mengurangi separuh kemungkinan kematian atau dirawat di rumah sakit untuk pasien COVID-19 yang juga berisiko tinggi terhadap penyakit serius.
Meski demikian, data uji coba lengkap belum tersedia dari kedua perusahaan itu. Di samping itu, saham Pfizer telah melonjak 13% menjadi $49,47 (setara dengan Rp708.917), sedangkan saham Merck turun 6% menjadi $84,69 (setara dengan Rp1,2 juta).
Pfizer mengatakan pihaknya berencana untuk menyerahkan hasil uji coba sementara untuk pilnya, yang diberikan dalam kombinasi dengan antivirus yang lebih tua yang disebut ritonavir, kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (AS) sebagai bagian dari aplikasi penggunaan darurat yang dibuka pada Oktober 2021.
Dalam analisis terencana terhadap 1.219 pasien yang dilakukan pada penelitian Pfizer, ditemukan 0,8% dari mereka yang diberi obat Pfizer dalam waktu 3 hari usai timbulnya gejala dirawat di rumah sakit, yakni tidak ada yang meninggal dalam 28 hari sesudah perawatan.
"Kami melihat bahwa kami memiliki kemanjuran yang tinggi, bahkan jika itu adalah 5 hari setelah pasien dirawat. Orang mungkin menunggu beberapa hari sebelum mendapatkan tes atau sesuatu, dan ini berarti kami punya waktu untuk merawat orang dan benar-benar memberikan manfaat dari perspektif kesehatan masyarakat," kata Kepala Program Pfizer Annaliesa Anderson kepada kantor berita Reuters.
Namun perusahaan tersebut tak merinci efek samping pengobatan, akan tetapi mengatakan efek samping terjadi pada sekitar 20% pengobatan pasien. "Data ini menunjukkan bahwa kandidat antivirus oral kami, jika disetujui oleh pihak berwenang, berpotensi menyelamatkan nyawa pasien, mengurangi keparahan infeksi COVID-19, dan menghilangkan hingga 9 dari 10 rawat inap," kata Chief Executive Pfizer Albert Bourla dalam sebuah pernyataan.
Pfizer pun mengatakan saat ini mereka mengharapkan untuk memproduksi lebih dari 180.000 bungkus pada akhir tahun 2021. Dan setidaknya 50 juta bungkus pada akhir 2022 mendatang, di mana 21 juta akan diproduksi pada paruh pertama. Pfizer juga tengah mempelajari apakah pilnya dapat digunakan oleh orang tanpa faktor risiko COVID-19 yang serius serta untuk mencegah infeksi virus corona pada orang yang terpapar virus menular tersebut.