Yogyakarta, Gatra.com - Asosiasi Kontraktor Nasional (Askonas) memperkirakan jumlah pengusaha bidang jasa konstruksi akan berkurang pada angka 20 persen karena semakin ketatnya regulasi. Regulasi turunan dari UU Cipta Kerja dinilai cukup ketat.
Hal inilah yang dibahas intensif oleh DPP Askonas di Daerah Istimewa Yogyakarta pada Kamis (4/11) malam. Ketua Umum DPP Askonas M Lutfi Setiabudi menyatakan seluruh pengusaha jasa konstruksi mau tidak mau harus beradaptasi dengan regulasi baru yang akan berlaku tahun depan.
"Aturan baru nantinya lebih mengarah penggunaan teknologi. Memang ada yang tertinggal karena pemenuhan persyaratan usaha agak ketat. Kalau nggak siap pasti akan mengecil, tetapi bagi yang siap akan membesar secara potensi. Ini yang kami antisipasi agar semua anggota kami bisa berkembang," katanya dalam rilis ke Gatra.com, Jumat (5/11).
Sejumlah aturan baru yang dibahas dalam pertemuan itu antara lain PP No.5/2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, PP No.14/2021 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2020 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi dan PP No.12/2021 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Lutfi mengatakan sebagai dasar menjadi pengusaha, modal dasar yang harus dikuasai yaitu dasar keuangan, penjualan tahunan atau pengalaman, kepemilikan personel per satu subkualifikasi, pemenuhan kepemilikan peralatan.
"Regulasi baru ini memang agak berat. Pasalnya banyak pengusaha tidak tertib administrasi. Pengusaha seringkali tidak mencatat detail setiap uang keluar masuk, padahal nantinya akan diaudit oleh akuntan publik, bagi yang tidak ini menjadi kendala tersendiri," lanjutnya.
Melalui rapat ini, Askonas berusaha memberikan edukasi ke anggotanya sebelum regulasi terbaru diterapkan. Perubahan regulasi itu salah satunya pada penyesuaian dari kebutuhan jasa konstruksi terkait dari Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) 2017 menuju KBLI 2020.
"Ada plus minusnya. Jika selama ini ada pelaku jasa konstruksi tidak punya tenaga ahli tapi bisa bekerja. Kami melihat kedepan peluang pelaku usaha jasa konstruksi memiliki kompetensi yang jelas semakin terbuka. Banyak aturan yang tumpang tindih, tapi Askonas ingin mempersiapkan diri ke depan agar tidak ketinggalan," katanya.
Ketua Bidang Organisasi DPP Askonas Mofa Caropeboka memperkirakan ketatnya regulasi baru tersebut akan berdampak usaha jasa konstruksi berkurang sekitar 80%. Saat ini jumlah pengusaha bidang kontruksi se-Indonesia sebanyak 17 ribu.
Bila kondisi ini yang terjadi, proses pembangunan di Indonesia terhambat dan penyerapan anggaran susah.
"Pemerintah lebih siap dalam memfasilitasi berbagai peraturan tersebut saat diterapkan. Perusahaan yang bisa masuk benar-benar tersaring, intinya kami berharap pemerintah ikut mempersiapkan berbagai perangkatnya," jelasnya.
Dari sudut padangnya, cita-citanya yang tertuang dalam aturan itu baik sekali, namun perlu diingat pekerjaan pemerintah harus dilakukan perusahaan yang benar-benar fit. Sehingga kekurangan badan usaha untuk membantu pekerjaan pemerintah bisa teratasi.
Pakar hukum Budi Danarto yang menjadi pembicara kunci rapat itu melihat pemerintah belum sepenuhnya siap menerapkan aturan baru terkait UU Cipta Kerja bidang konstruksi.
Dengan batas waktu sertifikasi semua badan usaha semua berakhir 31 Desember, Budi melihat proses pendaftaran melalui one single system (OSS) belum siap. Perpanjangan batas waktu seharusnya ditinjau ulang pemerintah.
"Kaitan peralatan seperti personel dan lain-lain itu ternyata perspektifnya negara dengan pelaku usaha itu berbeda. Karena diarahkan pada industri maka diwajibkan investasi alat SDM, padahal kalau lelang belum tentu menang, belum tentu memperoleh pekerjaan," katanya.