Sleman, Gatra.com - Berita soal laporan narapidana Vincentius Titih Gita Arupadatu atas tindak kekerasan di LP Narkotika Kelas II Pakem, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, yang viral diakui mengejutkan Kantor Wilayah DIY Kementerian Hukum dan HAM (Kanwil Kemenkumham).
"Kehidupan LP adalah miniatur kehidupan masyarakat yang ada di luar. Setiap ada kebijakan, aturan, atau pengetatan baru biasanya timbul gejolak. Kebijakan ini membuat mereka kaget," kata Kepala Divisi Pemasyarakatan Kanwil Kemenkumham DIY Gusti Ayu Putu Suwardani, Selasa (2/11).
Sebagai lembaga yang bertugas membina warga binaan sesuai risiko, minat, dan kemampuanya, Gusti menyebut pihaknya melakukan pembinaan, bukan membinasakan.
Dengan program pembinaan, menurut dia, para warga binaan LP Narkotika Yogyakarta memiliki tubuh sehat, tegap, dan menunjukkan kedisiplinan sesuai program LP Bersinar atau Bebas dari Narkoba.
"Lihat saja sendiri nanti di dalam. Warga binaan di sini memiliki badan yang lebih tegap dari TNI," kata Gusti Ayu.
Untuk itu, dia berharap pembinaan di lapas jangan diganggu dengan satu pernyataan negatif yang meruntuhkan motivasi semangat petugas dan warga binaan untuk menjadi lebih baik.
"Satu statement mantan warga binaan yang negatif, kami dibalikin seperti itu dan belum tentu kebenarannya. Jangan sampai ini mengecohkan warga binaan lainnya sehingga menurunkan motivasi," katanya.
LP Narkotika Kelas II Sleman menurut Gusti Ayu telah mendapatkan piagam penghargaan dari Badan Nasional Narkotika (BNN) pada Maret 2021 sebagai lapas percontohan se-Indonesia karena bebas narkotika dan handphone.
"Narkoba dan telepon itu dulu di zaman jahiliyah atau sebelum 2019, sejak kami memindahkan 53 narapidana yang berkategori tinggi ke LP Nusakambangan pada 2020," katanya.
Siksa di Lapas Yogya: Ditendangi, Disuruh Minum Air Kencing-Onani dengan Sambal
Pelapor Penyiksaan di LP Narkotika Yogya Disebut Bikin Gaduh dan Terancam Kembali ke Lapas
Kakanwil Kemenkumham DIY Budi Argap Situngkir berjanji tidak akan mentolerir dan mengambil tindakan tegas kepada petugas yang melanggar dengan ancaman hukuman berupa pemecatan.
Dirinya membantah pemberitaan soal penyiksaan di lapas seperti laporan sejumlah eks napi ke Ombudsman RI Perwakilan DIY.
"Kita bukan manusia sesadis itu. Semua ada prosedurnya. Memang tahun lalu keluarga tidak boleh berkunjung karena pandemi. Saat itu ada 260 warga binaan yang terpapar Covid-19," jelasnya.
Dirinya meminta wartawan untuk tidak membuat berita soal pemukulan dan penyiksaan di lapas. "Pemberitaan jangan diarahkan ke arah yang tidak baik," katanya.
"Jika ini hanya opini-opini orang yang tidak menyukai kami, alangkah sayangnya tangan-tangan kita ikut menggiring yang tidak baik. Banyak orang yang jadi berkorban nanti," tambahnya
Kepada Gatra.com, salah satu mantan napi, Vito Prasetyo, mengatakan dirinya belum pernah merasakan tindak kekerasan dari petugas selama setahun di lapas. "Cuma disiplin. Kekerasan tidak seperti yang dibicarakan," katanya.
Kedisiplinan ini dimulai dari bangun tidur di pagi hari. Menurutnya, semua hal di lapas harus sesuai ketentuan agar napi lebih mandiri.
"Tapi, mungkin kekerasan benar-benar ada, jika kalau yang bersangkutan melakukan pelanggaran berat seperti punya HP dan tidak ikut apel. Mungkin," katanya yang bebas pada 20 Oktober lalu.