Istanbul, Gatra.com - Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan memilih pulang ke Istanbul alih-alih menghadiri KTT iklim COP26 PBB di Glasgow, Skotlandia.
Erdogan diketahui kembali ke Istanbul pada Minggu (31/10) malam tak lama setelah menghadiri KTT G20 di Roma, Italia. Sejatinya Erdogan dijadwalkan akan berpidato di KTT COP26 pada hari Senin dan Selasa untuk menjelaskan bagaimana rencana Turki dalam memenuhi target pengurangan emisi yang telah disepakati di bawah perjanjian iklim Paris. Kantor Kepresidenan Turki belum memberikan alasan resmi atas pembatalan mendadak rencana Erdogan untuk menghadiri KTT tersebut.
Sebelumnya, Erdogan bertemu Biden pada Minggu di sela-sela KTT G20. Keduanya membahas perselisihan yang terus berlanjut terkait jet tempur F-16 yang ingin diperoleh Turki serta perkembangan perang di Suriah.
Menteri Lingkungan, Urbanisasi, dan Perubahan Iklim Turki, Murat Kurum, diperkirakan akan menghadiri KTT COP26 untuk menggantikan kehadiran Erdogan.
"Presiden mengambil keputusan ini karena tuntutan kami mengenai jumlah kendaraan untuk keamanan dan beberapa tuntutan terkait keamanan lainnya tidak sepenuhnya dipenuhi (Inggris)," kata pejabat anonim tadi kepada Reuters.
Mulai Senin (01/11) para pemimpin dunia akan menyampaikan pidato selama dua hari. Kemudian, acara akan dilanjutkan dengan sejumlah agenda negosiasi untuk mencapai kesepakatan pada hari terakhir KTT yang jatuh pada tanggal 12 November mendatang.
Turki menjadi negara G20 terakhir yang meratifikasi Perjanjian Paris bulan lalu. Meskipun Turki telah menandatangani perjanjian tersebut pada tahun 2016, Turki tidak meratifikasinya selama bertahun-tahun. Turki sempat menyatakan keberatannya lantaran dimasukkan ke dalam daftar negara maju sehingga tidak berhak mendapatkan pendanaan seperti negara-negara berkembang.
Dalam pertemuan G20, Erdogan menyampaikan bahwa Turki merupakan salah satu negara yang paling terdampak oleh perubahan iklim, meskipun negara itu hampir tidak memiliki tanggung jawab historis atas peningkatan gas rumah kaca di atmosfer.
Saat ini Turki menyumbang kurang dari 1 persen dari emisi global, dan para ahli mengatakan sebagian besar berasal dari penggunaan energinya, yang sangat bergantung pada batu bara dan energi tak terbarukan.
Turki telah mengalami sejumlah bencana alam tahun ini yang menurut para ahli didorong oleh pemanasan global. Negara ini saat ini menghadapi kekeringan berkepanjangan yang mengancam petani dan persediaan air.
Pada bulan Juli, kebakaran hutan melanda sebagian besar pantai selatan negara itu dan menewaskan sedikitnya delapan orang.
Kemudian sekitar 82 orang tewas akibat banjir di sepanjang pantai Laut Hitam. Dan lapisan lendir laut, yang disebabkan oleh perubahan kondisi di perairan lepas pantai Turki, menutupi Laut Marmara pada awal tahun ini.
Turki menyatakan bahwa pihaknya merencanakan pengurangan emisi sebesar 21 persen pada tahun 2030, dan untuk mencapai emisi nol bersih pada tahun 2053.