Timika, Gatra.com- Para pemimpin gereja di wilayah Papua yang dilanda konflik di Indonesia menyerukan ketenangan pada Minggu ketika ribuan orang mengungsi setelah bocah laki-laki berusia dua tahun tewas dalam baku tembak antara pasukan pemerintah dan kelompok pemberontak yang menamakan dirinya Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM). Demikian AFP, 31/10.
Wilayah bergolak di ujung paling timur kepulauan Asia Tenggara itu telah menjadi tempat bentrokan intermiten selama beberapa dekade di salah satu pemberontakan terlama di dunia.
Pekan ini, seorang anak laki-laki berusia dua tahun tewas dalam baku tembak sementara seorang anak berusia enam tahun dirawat di rumah sakit karena luka tembak yang diderita di tengah baku tembak di Kabupaten Intan Jaya, menurut pihak berwenang, yang mengatakan pemberontak kemudian mencoba menguasai bandara setempat.
Polisi menyalahkan kelompok sparatis bersenjata (KSB) sebagai pelaku penembakan mematikan itu, tetapi AFP tidak dapat secara independen memverifikasi tanggung jawab atas pembunuhan itu. Kisah-kisah yang saling bertentangan sering terjadi di Papua.
Khawatir akan lebih banyak kekerasan, sekitar 2.000 orang Papua telah berlindung di gedung-gedung yang dikelola gereja, kata Pastor Dominikus Hodo di Keuskupan Katolik di Timika yang dilanda konflik.
"Kami menyerukan kedua pihak yang bertikai untuk segera mengadakan gencatan senjata dan memulai dialog untuk mewujudkan perdamaian abadi," kata Hodo kepada wartawan, Minggu.
Juru bicara Kepolisian Papua Faizal Ramadhani mengakui pembunuhan itu dan ribuan orang telah melarikan diri dari daerah itu, tetapi menambahkan bahwa militer mengendalikan fasilitas umum yang vital. "Situasinya menjadi jauh lebih baik," katanya kepada AFP, Minggu.
Juru bicara TPNPB-OPM Sebby Sambom mengatakan baku tembak minggu ini adalah pertempuran yang sah. "Sikap kami sangat jelas dalam membela hak rakyat Papua untuk mendirikan negara yang dijamin oleh hukum internasional," katanya melalui pesan singkat.
Sebuah bekas jajahan Belanda, Papua yang kaya mineral mendeklarasikan dirinya merdeka pada tahun 1961. Indonesia mengambil alih negara boneka bentukan Belanda itu dua tahun kemudian menjanjikan referendum kemerdekaan.
Referendum yang didukung PBB menghasilkan mereka tetap bergabung menjadi bagian dari Indonesia. Namun pihak yang kalah tidak terima dana menolak hasil itu, dan memicu konflik bertahun-tahun.