Jakarta, Gatra.com- Unsur pimpinan Ombudsman RI, Robert Endi Jaweng, ingin pemerintah menjadikan tes PCR (polymerase chain reaction) sebagai barang publik. Dengan menjadi barang publik, tes PCR akan digratiskan bagi warga atau ditanggung negara.
“Oh iya. Kalau bicara konteksnya barang publik, kalau ada vaccine program, mestinya ada PCR program. Ditanggung negara. Mestinya seperti itu,” ujar Robert dalam sebuah diskusi publik virtual pada Sabtu, (30/10/2021).
Kalaupun tak dijadikan barang publik, jelas Robert, pemerintah wajib memperhatikan kemampuan membayar (ability to pay) masyarakat. Apabila masyarakat tak mampu membayar, katanya, maka negara harus turun tangan membantu.
“Jika kemudian ada sebagian atau bahkan semua masyarakat tidak berada dalam kemampuan optimal, maka kemudian negara harus masuk. Masuknya lewat instrumen apa? Lewat instrumen subsidi,” ujar Robert.
Sejauh ini, harga tes PCR sebagai syarat untuk perjalanan jalur udara selalu menjadi keluhan masyarakat. Tak sedikit masyarakat menilai bahwa ada permainan bisnis di balik kewajiban screening PCR tersebut.
Untuk menjawab keluhan tersebut, baru-baru ini, Kementerian Kesehatan telah secara resmi menurunkan harga tes PCR melalui Surat Edaran (SE) Nomor HK 02-02/1/3843/2021 tentang Batas tarif Tertinggi Pemeriksaan Reverse Transription Polymerase Chain Reaction (RT-PCR).
“Dari hasil evaluasi, kami sepakati bahwa batas tarif tertinggi pemeriksaan RT-PCR diturunkan menjadi Rp275 Ribu untuk pulau Jawa dan Bali, serta sebesar Rp300 ribu untuk luar pulau Jawa dan Bali,” ujar Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kemenkes, Abdul Kadir, seperti dilansir oleh laman resmi Kemenkes.
Akan tetapi, menurunnya harga tes PCR kali ini tak serta-merta menyurutkan bebagai keluhan masyarakat. Saat ini, masyarakat kerap memepertanyakan mengapa harga tes PCR baru diturunkan belakangan ini.
Untuk mengatasi kesimpangsiuran tersebut, maka Robert megusulkan agar tes PCR digratiskan saja atau ditanggung negara saja. Walau demikian, ia pun tak menampik bahwa pemberian subsidi tersebut terhambat oleh terbatasnya kondisi keuangan negara saat ini.
“Tapi kita realistis dengan kapasitas keuangan negara maka kemduian dalam hal proses harus ada konsultasi dan pembicaraan intensif dnegan wakil rakyat, syukur-syukur ada konsultasi publik,” ujar Robert.
Namun, Robert tetap mengingatkan bahwa pada dasarnya hukum tertinggi adalah keselamatan rakyat. “Kalau bicara soal hukum tertinggi adalah keselamatan rakyat, dan dalam konteks pelayanan publik ini adalah barang publik, kalau kita mau bicara ekstrimnya, sanggup nggak sanggup, negara harus sanggup,” ujarnya.