Indragiri Hulu, Gatra.com- Jika kamu ingin bekerja sebagai seorang buruh sepertinya perlu untuk di pertimbangkan apakah kamu harus dan pantas untuk masuk ke dalam sebuah organisasi buruh atau tidak. Pasalnya di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), Riau, banyak pekerja buruh yang masuk kedalam organisasi buruh tersebut justru merasa tertekan pula hidupnya, ulah 'Jatah Preman' (Japren) alias setoran kepada pengurus serikat buruh, yang dinilai terlalu memberatkan para pekerja kasar itu.
Contohnya saja yang terjadi di wilayah kerja PT SIR (Sawit Inti Raya) di Kecamatan Kelayang. Disana, akhirnya terungkap fakta bahwa saat agenda hearing DPRD Inhu beberapa waktu lalu, para buruh tak lagi betah lantaran banyaknya setoran yang harus diberikan kepada pengurus. Konflik internal organisasi buruh berujung ketidaknyamanan pekerja jadi taruhan tak khayal 'gesekan' pun sering terjadi dan di khwatirkan berujung ricuh.
Kisah itu berawal dari organisasi Pimpinan Unik Kerja Federasi Serikat Pekerja Transportasi Indonesia (PUK FSPTI-SPSI Inhu) menerima kontrak kerja sama dengan PT SIR perihal mempekerjakan warga tempatan yang nantinya akan menjadi buruh bongkar muat disana.
Namun di perjalanannya para buruh yang harusnya masuk didalam wadah FSPTI itu malah merasa tidak mendapat kenyamanan dalam bekerja lantaran banyaknya potongan duit yang dilakukan oleh para pengurus organisasi mereka.
"Kita banyak yang tidak tahan lantaran terlalu besar biaya yang dikeluarkan buruh jika ingin bekerja. Contohnya saja; dikenakan uang kartu anggota sebesar Rp1 Juta," ujar Iskandar yang memilih keluar dari organisasi FSPTI-SPSI itu.
Iskandar menyebut, selain mahalnya duit untuk kartu anggota yang menjadi persoalan buruh disana, lagi-lagi potongan duit juga dilakukan, yakni setiap mobil Dumb Truk (DT) yang akan membongkar Tandan Buah Segar (TBS) kedalam pabrik maka akan kena potongan sebesar Rp25 Ribu.
"Segala macam bentuk potongan atau setoran duit tadi akan diserahkan kepada pengurus SPTI di Desa Bongkal Malang dan Desa Desan Dusun Tua Pelang dimana dua desa itu menjadi wilayah kerja perusahaan. Alasan klasik untuk kemajuan organisasi selalu digambarkan," ujar Iskandar dihadapan seluruh mitra kerja Komisi IV DPRD Inhu tersebut.
Pendapat serupa juga disamdisampaikan Hermansyah, salah seorang buruh yang juga memilih hengkang dari organisasi yang berafiliasi ke pusat itu. Banyaknya potongan serta japren menjadi alasan mereka untuk keluar dari organisasi lalu mereka membuat Kelompok Kerja (Pekerja tempatan tanpa diwadahi organisasi buruh) hal itu sesuai arahan dari Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) setempat.
"Untuk di ketahui potongan terhadap buruh juga terjadi saat pembongkaran TBS secara manual dilakukan. Yakni; setiap satu ton maka akan di potong sebesar Rp4.500,00- lagi-lagi duit itu untuk pengurus organisasi setempat, jika begini apa yang akan dibawa pulang oleh pekerja," tanya Hermansyah di ruang DPRD itu.
Menanggapi hal tersebut Suharto, salah seorang anggota komisi IV DPRD Inhu, menyebut agar parah buruh yang bekerja dilapangan dapat di mediasi, tanpa memberatkan kedua belah pihak khususnya parah buruh yang bekerja sebagai bongkar muat TBS di pabrik.
"Mediasi harus kita lakukan tanpa ada riak-riak antar kedua belah pihak yang menyebabkan investor atau pemilik usaha merugi atau bahkan memilih hengkang dari wilayah itu," ujar Suharto.
Sementara itu Kepala Disnaker Inhu, Endang Mulyawan mengatakan, persoalan organisasi buruh FSPTI-SPSI di Kecamatan Kelayang, sudah beberapa kali di mediasi dikantor Disnaker namun pihak SPTI tidak menerima hasil mediasi tersebut dan tidak menandatangani Berita Acara mediasi tersebut.
Berdasarkan hal tersebut, dirinya merekomendasikan para buruh yang merasa tertekan tadi untuk membuat Kelompok Kerja (Pokja), dimana tujuan pokja tersebut sebagai wadah bagi warga tempatan yang ingin bekerja bongkar muat di PT SIR tanpa ada emblem setoran dan japren.
"Kita sudah rekomendasikan agar warga tempatan yang merasa tak cukup kuat untuk ikut dalam organisasi buruh tersebut untuk membuat pokja, yang mana jadwal kerjanya akan dibagi secara proporsional. Namun pihak SPTI berkerberatan jika harus berbagi waktu kerja dengan Pokja, hingga akhirnya mereka meminta Hearing kepada Komisi IV DPRD INHU.
Lebih lanjut Endang, menghimbau agar warga tempatan dapat menjaga yang namanya investor. Karena menurut dia perusahaan tersebut cukup memberikan sumbangsih untuk Kabupaten Inhu sendiri.
Pantauan Gatra.com Ketua FSPTI-SPSI Inhu, Mukson, juga turut hadir dalam agenda hearing DPRD itu, sayangnya dirinya tidak membantah atas tudingan mantan anak buahnya tersebut yang memilih hengkang dari organisasi lantaran banyaknya potongan dan setoran di organisasi buruh tersebut. "Kita rangkul dulu dan ingin kita benahi, ini hanya persoalan internal saja," ujar singkat.
Terpisah Kapolres Inhu, AKBP Bachtiar Alponso kepada Gatra.com mengatakan perihal adanya dugaan pungli atau ada pihak-pihak yang merasa di rugikan dapat melaporkan hal tersebut kepada pihak kepolisian agar dapat di tindak lanjuti. "Jika memang ada dugaan pungli kiranya korban dapat melaporkan hal tersebut agar dapat di tindak lanjuti," ujarnya.