Jakarta, Gatra.com - Tim Advokasi Korban Kebakaran (TAKK) melaporkan temuan kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pada Kamis (28/10). Laporan ini terkait penanggulangan pasca kebakaran Lembaga Pemasyarakatan Kelas 1 Tangerang.
Sebelumnya, TAKK yang terdiri dari LBH Masyarakat, LBH Jakarta, LPBH NU, dan imparsial membuka posko pengaduan pasca kebakaran. Terdapat 9 pengaduan dan 7 yang memberi kuasa.
Pengacara Publik Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBH Masyarakat) Ma'ruf Bajammal menyebutkan bahwa terdapat temuan yang didapat dari keluarga korban yang dilaporkan ke Komnas HAM.
"Kami kemudian melaporkan temuan tersebut kepada Komnas HAM, dan kemudian diterima dengan baik oleh Bapak Komisioner Pak Muhammad Choirul Anam,"ucap Ma'aruf di Gedung Komnas HAM, Jakarta Pusat pada Selasa (28/10).
Menurut Ma'ruf terdapat 7 temuan yang didapat yaitu tidak jelas dan transparannya proses identifikasi tubuh korban. Ia berujar, tidak ada informasi jelas yang diketahui keluarga korban bahkan hingga jenazah dimakamkan. "Apa dasar identifikasi korban tersebut bisa teridentifikasi,"ucap Ma'ruf.
Yang kedua adalah adanya adanya ketidakterbukaan penyerahan jenazah korban meninggal.
Ketiga, adanya ketidaklayakan peti jenazah korban.
Keempat, ada indikasi intimidasi saat menandatangani dokumen administrasi dan pengambilan jenazah korban.
Kelima terdapat upaya pembungkaman agar keluarga korban tidak menuntut pihak manapun atas peristiwa kebakaran Lapas Tangerang.
Keenam adalah tidak ada pendampingan psikologis yang berkelanjutan kepada keluarga korban pasca penyerahan jenazah korban.
Ketujuh adalah pemberian uang Rp 30 juta oleh Pemerintah yang disebut sama sekali tidak membantu keluarga korban.
Menurut Ma'aruf, terdapat 4 persoalan mendasar dari 7 temuan tersebut yakni, adanya ketidakterbukaan informasi pada saat penyerahan korban, adanya ketidaklayakan pemulasaran jenazah kepada korban yang meninggal, penyalahgunaan keadaan yg kemudian berdampak pada hak asasi keluarga korban yang kemudian berdampak pada dugaan pelanggaran hak asasi kepada keluarga korban, dan ketiadaan ganti rugi kepada keluarga korban sebagai bentuk pertanggungjawaban pemerintah atas peristiwa kebakaran.
"Atas dasar hal tersebut, maka setidaknya ada dugaan pelanggaran HAM terkait dengan peristiwa ini,"ucap Ma'aruf.
Mengutip keterangan tertulis dari TAKK yang diterima Kamis (28/10), temuan proses penanggulangan pasca kebakaran Lapas Tangerang tersebut berdampak pada pengakuan, pengurangan, penikmatan dan penggunaan hak asasi keluarga korban sebagaimana juga telah dijamin dalam Pasal 28A, Pasal 28G ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 (Konstitusi RI) dan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Kebakaran di Lapas Kelas 1 Tangerang sendiri terjadi pada Rabu (08/09) dini hari. Adapun penyebab kebakaran ini disebut karena korsleting listrik. Terdapat 49 korban meninggal dunia dan 6 orang ditetapkan sebagai tersangka dalam peristiwa ini.