Jakarta, Gatra.com - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menilai kurikulum pendidikan ekonomi syariah perlu ditingkatkan. Pasalnya, pendidikan ekonomi syariah saat ini memerlukan kurikulum yang dibangun sejalan dengan perubahan zaman, perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan kebutuhan industrinya.
"Ini tantangan yang tidak mudah namun harus dijawab. Kita tidak hanya melihat dari sisi komplain secara syariah saja namun menjadi tidak relevan. Kita harus berfokus pada mencapai tujuan namun nilai-nilai Islam tetap bisa dipertahankan dan mewarnai proses tersebut”, kata Menkeu pada acara 1st Islamic Economics Education Summit In Collaboration With The 8th International Symposium on Islamic Economics And Finance Education, Kamis (28/10).
Menkeu menjelaskan bahwa sepanjang tiga dekade terakhir, pengkajian ilmu ekonomi syariah telah bertransformasi menjadi semakin terstruktur dan sistematis, bahkan telah dikembangkan di fakultas atau program studi di berbagai perguruan tinggi di Indonesia. Kendati demikian, Menkeu melihat kualitas dan kompetensi sumber daya manusia yang belajar ekonomi Islam tersebut belum mampu memenuhi kebutuhan industri dan ekonomi di dalam masyarakat.
“Data menunjukkan bahwa 80% hingga 90% sumber daya manusia industri di bidang keuangan Syariah, bahkan lebih banyak mempekerjakan mereka yang bukan berasal dari program studi ekonomi Islam atau ekonomi Syariah”, paparnya.
Selain itu, tantangan dalam meningkatkan kualitas pendidikan ekonomi syariah menjadi semakin besar dengan munculnya fenomena revolusi industri 4.0 dan perkembangan teknologi digital yang menciptakan peluang dan disrupsi yang menuntut sumber daya manusia terus beradaptasi. Di saat bersamaan, tantangan semakin rumit dengan hadirnya pandemi Covid-19.
“Ini merupakan suatu pelajaran yang nyata bagi kita bahwa teknologi bisa menjadi solusi dari tantangan yang muncul secara sangat tiba-tiba seperti Covid-19. Jadi bagaimana kita akan terus mengandalkan dan menggunakan teknologi ini sementara kita belajar program dan juga studi mengenai keislaman dari sisi ekonomi juga tetap relevan”, ujarnya.
Menkeu turut menyoroti perbedaan nomenklatur program studi ekonomi syariah di Indonesia, di mana nomenklatur ekonomi Islam dipakai di perguruan tinggi umum di bawah Kemendikbud Ristek, sementara nomenklatur ekonomi syariah digunakan oleh perguruan tinggi yang berada di bawah Kementerian Agama.
“Oleh karena itu saya berharap melalui IAEI penyederhanaan nomenklatur program studi ekonomi syariah bisa dilaksanakan dengan tanpa mengurangi keberadaan kajian keilmuan yang dikembangkan. Nomenklatur harus semakin menciptakan keberadaan yang makin dalam up to date”, pungkasnya.