Cilacap, Gatra.com – Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan aktivitas warga terdampak banjir bandang di tiga desa di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah berangsur normal setelah banjir surut dan dilakukan penanganan pascabencana.
Plt. Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari, mengatakan, berdasar informasi BPBD Kabupaten Cilacap warga melakukan pembersihan lumpur maupun material sampah di rumah masing-masing.
Di samping itu, petugas gabungan daerah juga telah mengangkut sampah yang ada ruang publik. BPBD bersama organisasi perangkat daerah lain mencatat dampak banjir yang melanda tiga desa yang tersebar di dua kecamatan ini.
“Desa terdampak yaitu Desa Wanareja dan Limbangan di Kecamatan Wanareja dan Desa Salebu di Majenang,” katanya, melalui rilis pers, Kamis (28/10).
Berdasarkan informasi BPBD setempat, banjir ini dipicu salah satunya hujan dengan intensitas tinggi yang disertai petir pada Rabu lalu (27/10). Peristiwa yang terjadi pada sore hari, sekitar 17.45 WIB, diawali meluapnya debit air Sungai Cigeugeumah dan Sungai Cilacap.
“Tercatat tinggi muka air saat banjir terjadi sekitar 15 – 100 cm. Selain banjir, hujan juga memicu terjadinya longsor di beberapa titik,” katanya.
Dampak yang tercatat BPBD Kabupaten Cilacap yaitu 260 KK terdampak banjir, sedangkan 4 KK atau 17 jiwa terdampak longsor. Kerugian material menyasar 260 unit rumah terdampak, kios pasar rusak berat 1 unit dan 10 lainnya masih dalam pendataan tingkat kerusakan.
“Selain itu, infrastruktur berupa jembatan rusak ringan 1 unit, jalan di kompleks pasar Karanggendot rusak sepanjang 100 m dan saluran irigasi di wilayah itu sebagian jebol,” ucapnya.
Menyikapi kejadian Rabu lalu, BPBD Kabupaten Cilacap mengimbau warga untuk lebih waspada terhadap potensi bahaya hidrometeorologi basah, seperti banjir, banjir bandang, tanah longsor dan angin kencang. BPBD merekomendasikan apabila terjadi hujan dengan intensitas tinggi, warga segera mengungsi ke tempat yang lebih aman.
Kesiapsiagaan Hadapi La Nina Intensitas bencana hidrometeorologi basah yang cenderung meningkat, masyarakat diimbau untuk selalu waspada dan siap siaga. Menghadapi potensi tersebut, khususnya kesiapsiagaan menghadapi La Nina, BNPB telah meminta BPBD provinsi di seluruh Indonesia untuk meningkatkan kesiapsiagaan.
Berdasarkan informasi Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), potensi La Nina dapat terjadi pada periode Oktober 2021 sampai dengan Februari 2022. Fenomena ini merupakan anomali iklim global yang dapat memicu peningkatan curah hujan. Puncak musim hujan juga diprediksi akan dominan terjadi pada bulan Januari dan Februari 2022.
Catatan historis menunjukkan bahwa La Nina pada 2020 lalu menyebabkan terjadinya peningkatan akumulasi curah hujan bulanan di Indonesia hingga 20 persen sampai dengan 70 persen dari kondisi normalnya. Peningkatan curah hujan ini berpotensi memicu terjadinya bencana hidrometeorologi, seperti banjir, banjir bandang, tanah longsor dan angin kencang.
Pada 22 Oktober 2021 lalu, Deputi Bidang Pencegahan BNPB Prasinta Dewi telah meminta BPBD provinsi untuk menyikapi potensi ancaman terkait dengan fenomena La Nina tersebut. Beberapa langkah kesiapsiagaan direkomendasikan untuk ditindaklanjuti hingga ke tingkat kabupaten dan kota sehingga masyarakat dapat selamat dari ancaman bahaya.