Jakarta, Gatra.com – Wakil Koordinator Bidang Advokasi Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Arif Nur Fikri, menyayangkan tindakan kekerasan oleh aparat penegak hukum yang terjadi terhadap sesama anggota Polri di Polres Nunukan.
"Terjadinya tindakan kekerasan tersebut menunjukan bahwa kultur kekerasan masih melekat di dalam institusi Polri dan hal itu tentunya menyimpang dari cita-cita reformasi kepolisian yang menghendaki adanya anggota Polri yang humanis, baik kepada warga sipil maupun sesama anggotanya," ujar Arif dalam keterangannya, Rabu (27/10).
Untuk diketahui, sebelumnya telah viral sebuah video yang berdurasi sekitar 43 detik yang menampilkan tindakan kekerasan anggota Polri yang diduga merupakan Kapolres Nunukan, AKBP Syaiful Anwar, terhadap bawahannya yakni Brigadir Sony Limbong.
Diketahui, peristiwa tersebut terjadi pada 21 Oktober 2021, sekitar Pukul 12.32 WITA di Polres Nunukan. Adapun tindakan kekerasan tersebut diduga dilatarbelakangi karena Brigadir Sony Limbong abai dalam menjalankan tugasnya dalam hal urusan Teknologi, Informasi dan Komunikasi (TIK).
"Kami menilai tindakan kekerasan atau penganiayaan yang diduga dilakukan Kapolres Nunukan AKBP Syaiful Anwar terhadap Brigadir Sony Limbong tidak dapat dibenarkan. Sebab, tidak diperkenankan dengan alasan apa pun bagi anggota Polri melakukan tindakan kekerasan meskipun anggotanya diketahui melakukan kesalahan dalam menjalankan tugas," tegasnya.
Arif menilai, seharusnya bila terdapat anggota yang melakukan kesalahan dalam menjalankan tugas, sebagai atasan dapat memberikan contoh dengan mengedepankan mekanisme etik dan disiplin Polri sesuai Perkap Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri.
"Berdasarkan Perkap Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri, sebagai atasan sekaligus sebagai anggota Polri memiliki kewajiban untuk menunjukkan kepemimpinan yang melayani atau servant leadership, keteladanan, saling menghargai, dan menghormati dalam melaksanakan tugas hingga dilarang untuk berperilaku kasar dan tidak patut kepada sesama anggotanya," ujar dia.
Lebih lanjut, Arif menilai bahwa cara-cara kekerasan dalam memberikan evaluasi atau penghukuman terhadap anggota, menunjukan bahwa kultur kekerasan masih tampak di dalam institusi Polri.
"Tindakan kekerasan oleh atasan bila dibiarkan dapat menciptakan suatu kondisi normalisasi kekerasan dalam internal Polri dan akibatnya tindakan kekerasan dalam menjalankan tugas menjadi suatu hal yang biasa dan akan terjadi sikap yang permisif jika anggota Polri melakukan kekerasan, baik kepada sesama anggotanya maupun kepada warga sipil," katanya.