Jakarta, Gatra.com - Bahasa dan sastra Indonesia dan daerah saat ini memerlukan perhatian khusus dari berbagai pemangku kepentingan. Keberadaan bahasa dan sastra daerah dinilai mengalami krisis yang cukup memprihatinkan. Di satu sisi, globalisasi dan digitalisasi memberikan dampak positif, seperti semakin mudahnya mengakses informasi-informasi kebahasaan dan kesastraan.
Disampaikan Kepala Balai Bahasa Kalimantan Tengah, Valentina Lovina Tanate, di tengah kemudahan dalam mengakses dan membagikan informasi pada ruang digital, penggunaan bahasa dan sastra daerah juga nyatanya semakin terpinggirkan. Tentunya, hal ini berpengaruh terhadap sikap positif masyarakat terhadap bahasa dan sastra daerah yang kian menurun.
"Bahasa dan sastra daerah sebagai aset dan kekayaan nasional sekaligus identitas dan cerminan karakter bangsa Indonesia tidak boleh terpinggirkan. Derasnya arus globalisasi dan kemajuan teknologi semestinya menjadi peluang untuk merancang atau merekayasa teknik atau moda yang tepat dalam hal pelestarian, pelindungan, dan revitalisasi bahasa dan sastra daerah," kata Valentina dalam keterangannya, Selasa (26/10).
Oleh karenanya, dalam rangka mewadahi penyebaran informasi kebahasaan dan kesastraan tersebut, Valentina mengakui saat ini Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Tengah tengah menggagas strategi revitalisasi bahasa dan sastra, melalui Seminar Internasional Bahasa dan Sastra Daerah I (Sinar Bahtera I) tahun 2021. Tema yang diangkat dalah kegiatan tersebut seminar tersebut ialah Keberagaman Bahasa dan Sastra Daerah Memperkukuh Jati Diri Bangsa Indonesia dalam Menyambut Revolusi Industri 4.0
"Kegiatan Sinar Bahtera I dilakukan sebagai salah satu upaya Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Tengah dalam upaya pelestarian, pelindungan, dan revitalisasi bahasa dan sastra daerah," bebernya.
Harapannya, penyelenggaraan Sinar Bahtera I sejalan dengan visi Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Tengah periode 20202024, hal ni kembali mewujudkan ekosistem pengembangan dan pembinaan bahasa yang mendukung budaya riset dan inovasi kebahasaan yang kreatif, budaya literasi masyarakat yang tinggi.
"Serta kembali makin kuatnya praktik diplomasi kebahasaan yang maju, dan pelindungan bahasa dan sastra yang dinamis berdasarkan politik dan perencanaan bahasa baru," ujarnya.