Jakarta, Gatra.com- Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menyampaikan 13 catatan buruk atau rapor merah dari pemerintahan Presiden dan Wakil Presiden, Joko Widodo dan KH Ma'ruf Amin. LBH menyinggung mulai dari oligarki hingga pemberantasan korupsi yang diduga memble.
"Pembacaan lafal sumpah (oleh Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin) tersebut menandai dimulainya rezim otoritarian. Dua tahun sudah pemerintahan Jokowi-Ma'ruf berjalan, agenda-agenda penguatan demokrasi, anti-korupsi dan pemenuhan hak asasi manusia semakin tergerus oleh kepentingan ekonomi yang dikuasai oligarki," ungkap Ketua Direktur LBH Jakarta, Arif Maulana dalam kanal Youtube LBH Jakarta, Minggu (24/10).
Selain itu, fokus pembenahan kesehatan dan juga UU ITE banyak disorot oleh LBH Jakarta. "Yang jadi fokus kami, terkait kebijakan penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia. Kedua, masifnya penggunaan pasal-pasal karet untuk membungkam kemerdekaan kebebasan berpendapat dan berekspresi," papar Arif.
Lebih lanjut, LBH Jakarta juga melihat ketidakseriusan Jokowi-Ma'ruf dalam pemberantasan korupsi. Diamnya Jokowi disinggung LBH Jakarta pada saat sejumlah pegawai KPK dipecat dengan alasan tak lolos tes wawasan kebangsaan.
Dalam 2 tahun Jokowi-Ma'ruf ini juga disorot karena mengesahkan Undang-Undang Cipta Kerja. Aturan gemuk itu dinilai bermasalah karena banyak menggerus hak asasi manusia. Selain itu, perumusan UU Cipta Kerja dinilai jadi tren buruk penyusunan undang-undang.
Di sisi lain, pinjaman online ilegal yang mulai terlihat merugikan, dinilai LBH Jakarta merupakan kelambanan dari penanganan hukum era Jokowi-Ma'ruf.
"Kita menilai presiden maupun wakil presiden sangat lamban menangani kemelut ini. Sementara itu, menurut data pengaduan ke LBH Jakarta, selama Presiden Jokowi dan Maruf Amin dalam periode kedua menjabat ini, tercatat setidaknya ada 223 korban pinjol," ungkap pengacara publik LBH Jakarta, Citra Referandum.
Berikut ini 13 catatan LBH Jakarta terhadap pemerintahan Jokowi-Ma'ruf:
1. Pemerintah Indonesia melakukan evaluasi besar-besaran dari hulu ke hilir kebijakan penanganan pandemi COVID-19 secara partisipatif yang melibatkan para pemangku kepentingan dan masyarakat secara luas, termasuk juga evaluasi kebijakan vaksinasi yang telah dilakukan selama ini;
2. Pemerintah Indonesia harus menghadirkan suasana yang aman dan nyaman bagi segenap masyarakat Indonesia untuk dapat melangsungkan hak atas kebebasan berekspresinya dan menghadirkan aparat penegak hukum yang demokratis, berperspektif HAM, serta mampu menghargai kebebasan berekspresi;
3. Pemerintah Indonesia tidak menggunakan kekuatan POLRI sebagai alat pembungkam kebebasan sipil dan bersama KAPOLRI mendorong reformasi kepolisian sipil dalam organisasi institusi POLRI;
4. Pemerintah Indonesia serius melaksanakan agenda pemberantasan korupsi dengan mendorong penguatan kelembagaan KPK, mencabut revisi UU KPK dan bertanggungjawab atas pemecatan sepihak terhadap 57 pegawai KPK yang dilakukan Firli Bahuri cs;
5. Pemerintah Indonesia mencabut UU Cipta Kerja dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU) demi melaksanakan amanat UUD 1945 dan penghormatan atas hak asasi manusia;
6. Pemerintah Indonesia agar mencabut upaya hukum banding dalam kasus gugatan Citizen Law Suit polusi udara dan segera laksanakan putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat;
7. Pemerintah Indonesia bersama Menteri dan Lembaga terkait menerbitkan regulasi yang memenuhi asas-asas pembentukan per-UU-an guna menjamin perlindungan hukum dan hak asasi manusia bagi pengguna jasa aplikasi pinjaman online (peer-to-peer lending), melakukan pengawasan serta penindakan tegas terhadap penyedia jasa pinjaman online;
8. Pemerintah Indonesia agar melakukan penundaan/moratorium atas kebijakan Otsus Jilid II Papua, merumuskan ulang kebijakan yang berkeadilan dan partisipatif mengenai masa depan nasib warga Papua, serta merumuskan dan menerapkan kebijakan yang berkeadilan untuk menghapuskan praktik rasisme, diskriminasi, dan kriminalisasi serampangan terhadap Orang Asli Papua;
9. Pemerintah Indonesia segera membahas dan mengesahkan RUU PKS dan RUU PPRT bersama DPR RI dengan melibatkan penuh korban kekerasan seksual, PRT, organisasi pendamping dan ahli;
10. Pemerintah Indonesia agar mengevaluasi proyek-proyek strategis nasional yang berdampak pada akselerasi praktik pelanggaran hak asasi manusia terhadap warga sekitar yang terdampak khususnya, dan merumuskan ulang kebijakan yang lebih berkeadilan, melindungi hak asasi manusia, partisipatif-demokratis, serta ramah lingkungan;
11. Pemerintah Indonesia agar memenuhi hak-hak pekerja, berkoordinasi aktif dalam upaya implementasi pemenuhan hak-hak pekerja, melindungi seluruh pekerja migran dari segala bentuk kekerasan serta vonis hukuman mati;
12. Pemerintah Indonesia agar singkirkan dari lingkar kekuasaan serta adili pelaku pelanggaran HAM masa lalu, buka dokumen TPF Kasus Munir ke Publik;
13. Pemerintah Indonesia agar serius menanggulangi banjir baik dalam tahap pra, darurat bencana maupun pasca bencana, serta membuka ruang partisipasi seluas-luasnya bagi masyarakat terdampak untuk terlibat dalam upaya penanggulangan bencana banjir secara komprehensif.