Depok, Gatra.com - Pasukan jaket kuning kembali turun ke jalan. Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI), didukung para dosen dan Guru Besar UI, mengadakan aksi ‘piknik’ bersama. Kegiatan berlangsung sejak pukul 14.00 WIB hari ini (22/10), di depan Gedung Rektorat UI.
Mereka kembali menuntut pencabutan Peraturan Pemerintah No. 75 tahun 2021 tentang Statuta UI. Kegiatan ‘piknik’ ini merupakan aksi simbolis, karena pihak kampus tidak melibatkan civitas UI dalam merumuskan Statuta UI yang baru tadi.
Menurut salah satu dosen Ilmu Politik FISIP UI yang terlibat dalam aksi tersebut, Reni Suwarso mengatakan, estimasi peserta yang mengikuti aksi ‘piknik’ bersama ini sekitar 100 orang. Kegiatan tersebut merupakan kelanjutan dari aksi massa pada 12 Oktober lalu.
Mereka berusaha untuk menemui Rektor dan Ketua Majelis Wali Amanat (MWA). Sayangnya, pihak rektorat maupun MWA tidak menemui massa aksi.
Menurut Reni, cueknya pihak rektorat dan MWA ini mirip seperti kondisi di zaman abad pertengahan, ketika tak sembarangan orang bisa menemui raja dan kaum bangsawan. Rakyatnya sulit menemui raja dan kaum bangsawan, walaupun menunggu berbulan-bulan dan sudah memenuhi aturan yang ditetapkan.
Reni menjelaskan, PP 75 tahun 21 telah menciptakan kekuasaan absolut kepada Rektor dan Ketua MWA. Celakanya, kekuasaan tersebut tidak mendukung pembentukan “kampus merdeka”, seperti yang diprogramkan pemerintah.
“Tidak ada satupun ketentuan baru dalam PP 75 yang ditujukan untuk membuat konsep Merdeka Belajar lebih mudah dilaksanakan. Tidak ada satupun ketentuan yang berkenaan dengan kurikulum, penelitian, pengabdian pada masyarakat, proses belajar mengajar, smart campus. Tidak ada reformasi organisasi, inovasi manajemen dan pelaksanaan otonomi tingkat universitas,” ujarnya dalam keterangan resmi yang diterima Gatra.com.
Sebaliknya, sambung Reni, UI mendapat sumbangan Rp50 miliar dari Dato Low Tuck Kwong, pendiri, perusahaan batubara Bayan Resources. “Yang ada adalah sebagian dosen dan tenaga didik UI menjadi peserta asuransi Sinarmas karena Ketua MWA UI adalah Direktur Sinarmas,” ujarnya.
Seperti diketahui, PP No. 68 tahun 2013 tentang Statuta UI telah direvisi menjadi PP No. 75 tahun 2021. Revisi beleid yang terakhir disebut, diduga cacat formil dan materiil.
Diduga cacat formil, karena pembentukannya, dilakukan secara terburu-buru dan tidak melibatkan Dewan Guru Besar (DGB). Lalu diduga cacat materiil, karena banyak pasal yang bermasalah.
Misalnya saja dalam Statuta UI hasil revisi terdapat klausul, pemilihan rektor yang mulanya dilakukan oleh MWA melalui panitia yang berasal dari kelompok stakeholder UI dengan persyaratan tertentu, pun diganti. Pemilihan rektor sekarang diserahkan sepenuhnya kepada MWA.
Padahal hampir separuh anggota MWA UI, berada di lingkaran pemerintah. Persoalan lain, yaitu peraturan yang diteken Presiden Joko Widodo itu telah menghapus syarat nonanggota partai politik untuk menjadi anggota MWA.
Ketua Dewan Guru Besar (DGB) Universitas Indonesia (UI), Harkristuti Harkrisnowo pernah meminta agar Jokowi tidak memberlakukan PP No. 75 Tahun 2021, dan kembali pada Statuta UI yang berdasarkan PP Nomor 68 Tahun 2013. "Dalam rangka menjaga martabat dan wibawa UI,” katanya melalui keterangan resmi DGB UI beberapa waktu lalu.