Tegal, Gatra.com - Suasana di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Tegal, Jawa Tengah, terasa berbeda, Jumat (22/10) yang bertepatan dengan Hari Santri Nasional. Suasananya seperti berada di lingkungan pondok pesantren.
Dimana-mana terlihat para aparatur sipil negara (ASN) pria mengenakan sarung, baju koko, dan peci layaknya santri. Pakaian sehari-hari santri itu mereka kenakan dalam rarngkat memperingati Hari Santri Nasional.
Untuk memperingati Hari Santri Nasional ke-6 tahun ini, Pemkot Tegal memang mengeluarkan instruksi kepada para ASN-nya untuk memakai pakaian santri. Instruksi tersebut tertuang dalam Surat Edaran Sekretaris Daerah Nomor 450/002. Dalam edaran itu, seluruh ASN yang beragama Islam diwajibkan untuk mengenakan pakaian muslim.
Ketentuannya, bagi ASN pria mengenakan baju koko, bersarung dan berpeci, sedangkan untuk ASN wanita menggunakan busana muslimah dengan atasan berwarna putih.
Salah satu ASN, Tomi (41) mengaku senang bisa ikut memperingati Hari Santri dengan mengenakan baju koko, sarung dan peci, layaknya santri di pondok pesantren. Kewajiban mengenakan pakaian santri menurut dia juga tidak menjadi penghambat dalam bekerja. "Ini baru pertama kalinya di Pemkot Tegal peringatan Hari Santri ada instruksi agar ASN mengenakan sarung, baju koko dan peci," katanya.
Wali Kota Tegal Dedy Yon Supriyono mengatakan, instruksi agar para ASN mengenakan pakaian santri dikeluarkan untuk menghormati Hari Santri. "Untuk menghormati Hari Santri, kita semua menggunakan baju koko, sarung, peci untuk ASN pria dan baju muslimah untuk ASN wanita. Ini adalah wujud penghormatan kita untuk para syuhada, ulama yang berjuang untuk kemerdekaan," ujarnya.
Saat menjadi inspektur upacara Peringatan Hari Santri Nasional yang digelar di Gelanggang Olah Raga (GOR) Tegal Selatan, Jum'at (22/10) pagi, Dedy Yon juga tampak mengenakan sarung, baju koko, dan peci. Upacara itu diikuti santri dan ASN.
Membacakan sambutan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, Dedy Yon mengatakan, tema peringatan Hari Santri tahun ini yakni "Santri Siaga Jiwa Raga". Siaga Jiwa berarti santri tidak lengah menjaga kesucian hati dan akhlak, berpegang teguh pada akidah, nilai, dan ajaran lslam rahmatan lil'alamin serta tradisi luhur bangsa lndonesia.
"Jika zaman dahulu jiwa santri selalu siap dan berani maju untuk merebut dan mempertahankan kemerdekaan lndonesia, maka santri hari ini tidak akan pernah memberikan celah masuknya ancaman ideologi yang dapat merusak persatuan dan kesatuan lndonesia," katanya.
Sedangkan Siaga Raga berarti badan, tubuh, tenaga, dan buah karya santri yang didedikasikan untuk lndonesia. Oleh karena itu, santri tidak pernah lelah dalam berusaha dan terus berkarya untuk lndonesia.
"Jadi, Siaga Jiwa Raga merupakan komitmen seumur hidup santri yang terbentuk dari tradisi pesantren yang tidak hanya mengajarkan kepada santri-santrinya tentang ilmu dan akhlak, melainkan juga tazkiyatun nafs, yaitu mensucikan jiwa dengan cara digembleng melalui berbagai 'tirakat' lahir dan batin yang diamalkan dalam kehidupan sehari-hari," ujarnya.