Jakarta, Gatra.com – Sejak tahun 2016, bulan Oktober diperingati sebagai bulan Inklusi keuangan (BIK) . Inklusi keuangan dapat didefinisikan sebagai akses terhadap produk dan layanan jasa keuangan yang bermanfaat dan terjangkau dalam memenuhi kebutuhan masyarakat maupun usahanya dalam hal ini transaksi, pembayaran, tabungan, kredit, dan asuransi yang digunakan secara bertanggung jawab dan berkelanjutan.
Bulan Inklusi keuangan ini akan dilakukan serentak secara nasional bekerja sama dengan Kementerian Lembaga terkait serta kantor-kantor lembaga jasa keuangan. Tujuan dari BIK adalah meningkatkan inklusi keuangan di Tanah Air. Pemerintah menargetkan inklusi keuangan sebesar 90% di 2024.
Dalam upaya menyukseskan kegiatan BIK 2021, Kementerian Komunikasi dan Informatika melalui Direktorat Jendral Informasi dan Komunikasi Publik melaksanakan kegiatan Creative Talks Pojok Literasi, dengan tema "Bijak Mengelola Keuangan, Waspada Pinjol Ilegal". Kegiatan tersebut dilaksanakan pada Kamis (21/10), di Jakarta, secara hybrid.
"Komunikasi publik ini kami laksanakan sebagai pemenuhan tugas kami sebagai Government Public Relations. Dengan demikian diharapkan negara selalu hadir di setiap isu-isu negara, khususnya dalam hal ini adalah dalam agar masyarakat lebih mewaspadai pinjol ilegal," ujar Koordinator Informasi dan Komunikasi Perekonomian I, Eko Slamet Riyanto, saat membuka kegiatan.
Sementara itu, Direktur Informasi dan komunikasi Perekonomian dan Maritim, Kementerian Kominfo, Septriana Tangkary, menjelaskan, salah satu upaya preventif pemerintah dalam mengatasi peredaran pinjaman online ilegal di masyarakat adalah dengan upaya peningkatan literasi keuangan melalui diseminasi informasi positif kepada seluruh lapisan masyarakat, khususnya kepada milenial dalam memilih fintech yang aman.
"Sampai dengan 6 Oktober 2021, total terdapat 106 fintech lending yang terdaftar di OJK. Saya yakin di antara adik-adik yang hadir saat ini pasti tidak asing dengan fintech atau mungkin menggunakan jasa pinjaman online. Nah, perlu diingat bahwa perusahaan fintech juga terus diawasi oleh OJK," ujarnya.
Sependapat dengan hal tersebut, Ketua Fintech Center UNS, Irwan Trinugroho, menjelaskan, ada beberapa hal yang perlu diwaspadai terhadap fintech, utamanya P2P Lending/pinjaman online.
"Legalitasnya [sudah berizin], jenis pinjamannya [penggunaannya untuk perorangan atau usaha kecil yang tidak dapat meminjam ke bank karena tidak memiliki jaminan capital], tenor, interest rate sedikit lebih tinggi dari perbankan, term & conditions, sumber dananya," ungkap dia.
Salah satu usaha menghindari terjebak dalam pinjaman seperti ini adalah dengan melakukan pengelolaan keuangan dengan baik. Head of Advisor Finansialku, Robby Cristy, juga menjelaskan, utang dapat bersifat produktif maupun konsumtif.
Utang konsumtif adalah utang yang digunakan untuk membeli barang yang tidak mendatangkan pemasukan. Sementara utang produktif adalah utang yang mendatangkan pemasukan.
"Prioritaskan keamanan keuangan baru kemudian menata keuangan jadi lebih baik. Jangan tergiur dengan iming-iming investasi, yang kemudian terjebak dengan yang instan," katanya.
Melalui peningkatan literasi keuangan pada masyarakat, diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan kepada fintech, dan pada akhirnya dapat meningkatkan inklusi keuangan di Indonesia. Sehingga mampu mencapai target inklusi keuangan yang telah ditetapkan sebelumnya.