Indragiri Hulu, Gatra.com - Indeks Kesehatan Laut Indonesia kini berada di angka 65. Nilai ini terbilang cukup rendah dibandingkan dengan rata-rata global yang berada di point 71. Angka itu dari situs Ocean Health Index. Sementara, rangking Indonesia dari 221 negara Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), di urutan ke 137.
Kondisi ini terutama disebabkan Indonesia yang diapit oleh dua samudera, yakni samudera pasifik dan atlantik. Pencemaran yang terjadi di kedua samudera akan dengan mudah terbawa ke laut Indonesia. Selain itu, limbah mikro plastik dan tumpahan minyak juga berpotensi menyumbang pencemaran di laut Indonesia.
Ester Anggreni Simanjuntak, mahasiswi asal Medan yang kini menempuh pendidikan di program studi Teknik Perminyakan Universitas Pertamina, menyoroti dampak pencemaran laut akibat eksplorasi lepas pantai.
“Tumpahan minyak tidak saja dapat merusak ekosistem laut dan merugikan para nelayan. Namun, perusahaan eksplorasi juga berpotensi menderita kerugian finansial dan reputasi. Belum lagi terancam penalti dari organisasi berwenang,” ungkap Ester dalam wawancara daring, Senin (18/10).
Tantangan nyata dunia eksplorasi ini memotivasi Ester dan dua mahasiswa lain yakni Fransisca Indah Permatasari dan Larasati Dina Putri, mengajukan gagasan desain pengeboran lepas pantai yang aman dan ramah lingkungan dengan segi biaya, desain yang ditawarkan sangat efisien.
Gagasan yang kami ajukan adalah mengganti cairan pengeboran berbasis minyak atau oil based fluida yang biasanya digunakan dalam proses pengeboran batuan, dengan water based fluida.
“Fluida berbasis minyak berpotensi menyebabkan pencemaran jika dibuang ke laut. Karenanya, kami menggantinya dengan fluida berbasis air yang lebih aman,” tutur Ester.
Beachpedia mencatat dari sekitar 706 juta galon limbah minyak di lautan, operasi pengeboran lepas pantai menyumbang sekitar 2,1 persen setiap tahunnya. Limbah minyak dari operasi pengeboran lepas pantai salah satunya berasal dari oil based fluida.
Gagasan Ester dan tim, meraih Juara 1 di ajang Derrick 2021 pada bidang Well Design Competition. Derrick merupakan ajang bergengsi tahunan yang diselenggarakan oleh Politeknik Energi dan Mineral (PEM) Akamigas Cepu.
Kejuaraan ini diikuti oleh tim terbaik dari perguruan tinggi bergengsi di Indonesia. Setelah dinyatakan lolos pada preliminary, tim diberikan waktu untuk membuat laporan desain sumur offshore yang berlokasi di Northern Sea, Norwegia.
Diakui tim, kehadiran Mata Kuliah Teknik Pengeboran dan Mata Kuliah Workover and Well Services (Completion), sangat membantu mereka dalam menyusun proposal.
“Kami juga sudah terbiasa dengan project based learning yang disesuaikan dengan kondisi riil industri energi saat ini. Sehingga, pengetahuan yang kami dapatkan dari pembelajaran di kelas, praktik di laboratorium, sharing para praktisi, dan kunjungan ke industri, dapat kami gabungkan untuk memenuhi tugas berbasis proyek tersebut,” tutur Fransisca, anggota tim lainnya.
Selain meraih Juara 1 pada kategori Well Design, Tim dari Universitas Pertamina juga memboyong dua piala lainnya. Juara 3 pada kategori Drilling Fluid Design Competition yang dimenangkan oleh Muhammad Kenandipa Putrayandra, Mochamad Fa'iq, dan Arbar Laylramadhan. Serta Juara 3 pada kategori Geothermal Case Study Competition yang diraih oleh Chang Karsten Lee Sangkay, Johanes Timoty Jeremi Terok, Donovan Rendi Suherman, dan Serina Andiani Pongtuluran.
Bagi siswa siswi SMA yang ingin mempelajari eksplorasi energi khususnya di bidang minyak dan gas bumi, dapat menjadikan Program Studi Teknik Perminyakan Universitas Pertamina sebagai pilihan.
Selain Teknik Perminyakan, Universitas Pertamina juga memiliki 14 Program Studi lain yang fokus pada pengembangan bisnis dan teknologi energi baik dari rumpun sains dan teknik, maupun rumpun sosial dan humaniora. Universitas Pertamina juga memberikan beragam beasiswa.