Purworejo, Gatra.com – Nasib kurang berumting dirasakan oleh Sulis Nugroho (52), warga Desa Pagak, Kecamatan Ngombol, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Pasalnya, sertifikat tanah milik keluarga atas nama sang ibu, Sae Rahayu yang berada di Desa Wonosari, Kecamatan Ngombol, raib saat dikembalikan karena salah nama pada tahun 2005 lalu.
Bertahun-tahun ia berusaha mengurus sertifikat di Desa Wonosari, namun hasilnya nihil. Lalu pada tahun 2021, sertifikat berhasil ia dapatkan tetapi harus mengeluarkan biaya total Rp4 juta. Karena merasa dipungli, Sulis kemudian membuat surat pengaduan kepada Kades Wonosari yang ditembuskan kepada camat Ngombol, Satgas Saber Pungli Kabupaten Purworejo dan Provinsi Jateng pada tanggal 6 Oktober lalu.
Menanggapi surat aduan itu, Camat Ngombol, Nurfiana, kemudian menggelar rapat mediasi di kantornya Jumat siang (15/10). Hadir dalam mediasi itu, Kepala Desa Pagak, Supanut; Kepala Desa Wonosari, Harman; Sekcam Ngombol, Sulistyono; dan pihak pengadu keberatan, Sulis Nugroho.
Akan tetapi, mediasi tersebut belum membuahkan hasil apa pun karena Sulis Nugroho belum menyatakan sikap dan keingunannya. Pria tersebut beralasan masih akan mempertimbangkan atau memikirkan kembali tuntutan atau penyampaian rasa keberatannya, sehingga mediasi akan kembali digelar setelah Sulis memiliki keputusan pernyataan sikap atas rasa keberatannya.
Ditemui wartawan usai mediasi, Sulis menjelaskan kronologi kejadian dugaan pungli yang dilaporkannya. "Dahulu tahun 2005 ada program sertifikat gratis. Tapi setelah jadi, nama dalam sertifikat salah. Saya kembalikan ke Kantor Desa Wonosari, tetapi sejak itu saya tidak pernah melihat sertifikat tanah itu lagi," terang Sulis.
Bertahun-tahun mencoba mencari cara untuk mendapatkan haknya, tetapi selalu gagal. Kemudian tahun 2021, Sulis kembali mengurus sertifikat.
"Ada yang bertanggung jawab mencarikan namanya Pak G yang kemudian datang ke rumah saya, akan mengurus sertifikat tetapi ada syaratnya, minta uang Rp4 juta untuk operasional. Katanya ngurus di Prembun dan Kebumen. Kemudian lain hari datang lagi dengan Pak S jabatannya Bayan minta biaya operasional Rp500 ribu kalau sertifikat sudah ketemu, Rp3,5 juta sisanya bisa dibayar menyusul," lanjut Sulis.
Saat itu, Sulis mengaku keberatan, kepada kedua perangkat Desa Wonosari ia menyampaikan, hilangnya sertifikat di kantor desa, mengapa dia yang harus menanggung biaya operasionalnya.
"Setelah saya keberatan, mereka pulang. Lain hari Pak G datang lagi sendirian, intinya kalau ingin sertipikat ketemu harus ada Rp4 juta.
Karena merasa butuh, akhirnya saya carikan pinjaman Rp2 juta. Malah dia menantang, mau cepat (2-7 hari) atau lambat (1 bulan). Kok kayaknya dia sudah tahu kalau sertifikatnya ada," kata Sulis heran.
Sepekan berselang, G datang lagi membawa Sertifikat SHM No 01048 atas nama Sae Rahayu dengan luas 2066 meter2 dan Sulis pun melunasi kekurangan uang Rp2 juta seperti yang diminta perangkat tersebut.
Kades Wonosari, Harman, yang dihubungi, mengaku bahwa memang Sulis pernah iku program Prona di desanya. "Tetapi desa tidak menerima daftar penyerahan sertifikat, yang jelas desa tidak tahu pasti. Saya menjabat kepala desa mulai tanggal 19 Desember 2006, pembagian sertifikatnya sebelum saya menjadi kepala desa," tutur Harman.
Sedangkan Camat Ngombol, Nurfiana, yang dihubungi melalui pesan WhatsApp belum memberikan jawaban.