Lombok Timur, Gatra.com - Dekan Fakultas Hukum Universitas Gunung Rinjani, Basri Mulyani menyoroti fenomena semakin maraknya sengketa pertanahan yang disidangkan di sejumlah lembaga peradilan. Dia menilai bahwa hal tersebut dapat terjadi akibat menjamurnya praktek mafia pertanahan, hukum dan peradilan.
"Maraknya sengketa pertanahan di semua lembaga peradilan baik PTUN, Pengadilan Negeri dan bahkan di Pengadilan Agama dalam sengketa waris yang bermuara pada Mahkamah Agung sebagai akhir dari pencari keadilan sudah sangat akut dari praktek-praktek mafia pertanahan." ujar Basri dalam keteranganya, Selasa (12/09).
"Bak seperti kanker mafia tanah sudah masuk stadium empat, karena mengguritanya mafia hampir di semua daerah, bukan hanya di Lombok yang sudah ditetapkan sebagai kawasan pariwisata." sambungnya.
Lebih lanjut, Basri menuturkan bahwa saat ini praktek mafia tanah, mafia hukum dan mafia peradilan selalu bermetamorfosis dan kini semakin bercabang sangat mengakar, sehingga praktek yang dijjalankan sangat sistematis, terstruktur dan begitu masif.
"Bukan hanya dalam kasus pidana tetapi kasus perdata yang paling menjadi perhatian. Para mafia ini sudah membangun sistem dimulai dari kantor lurah/desa, notaris, dan BPN bahkan APH di kepolisian hingga di pengadilan." tegasnya.
Basri menjelaskan, praktik mafia tersebut menyebabkan terjadinya banyak tumpang tindih putusan bahkan terus menerus terjadi gugatan pada obyek yang sama hanya dengan berganti rupa penggugatnya.
"KY harus berani melakukan terobosan pengawasan bukan hanya soal etik yang diawasi tetapi mengkaji putusan-putusan yang berpotensi terjadi praktek mafia peradilan dengan putusan-putusan yang keluar dari koridor hukum acara maupun hukum materiil." jelasnya.
Basri menekankan bahwa kepastian hukum kepada pemilik tanah dan keamanan investasi bagi investor harus menjadi sprit bersama.
"Praktik mafia ini dari hulu sampai hilir banyak dilakukan oleh pihak ketiga yang tentu bukan pemilik tanah." ujar Basri.
Maka itu, jelas Basri, Komisi Yudisial (KY) harus segera mengajak duduk bersama organisasi advokat, organisasi notaris, Kepolisian, Kejaksaan, Mahkamah Agung dan Pemerintah, dalam memotong aktifitas praktik-prakrik mafia tersebut.
"Dimulai dari mafia tanah dan membuka pengaduan tentang praktik-praktik mafia tanah, mafia hukum, mafia peradilan di semua lembaga peradilian." tegasnya.
"KY juga harus membangun sinergistas dengan Ombudsman RI, karena banyak kasus-kasus pertanahan akibat mal administrasi yang dilaporkan ke Lembaga tersebut." pungkasnya.