Jakarta, Gatra.com – Anggota Komisi II dari Fraksi PAN, Guspardi Gaus, mengklarifikasi soal penetapan tanggal Pilkada 2024 yang jatuh pada tanggal 27 November 2024 yang sempat terdengar di publik.
Menurut Guspardi, ada anggota Komisi II yang membocorkan tanggal tersebut. Padahal, menurutnya, tanggal tersebut sebetulnya masih bersifat internal dan bukan untuk menjadi konsumsi publik.
Namun, Guspardi menerangkan bahwa usulan tanggal tersebut bukanlah merupakan kepastian lantaran adanya protes dari umat Hindu di Bali. Pasalnya, tanggal tersebut berdekatan dengan Hari Raya Galungan yang akan berlangsung sehari setelah tanggal tersebut.
“Waktu itu, ada respon dari masyarakat bahwa pada tanggal 28 [November 2024] itu adalah hari kebesaran agama Hindu, yaitu acara Galungan,” ujar Guspardi dalam sebuah diskusi publik yang digelar pada Sabtu, (9/10).
“Itu belum merupakan keputusan. Kalau seandainya ada ketetapan dari DPR, pemerintah, dan KPU terhadap pelaksanaan daripada pileg dan pilkada yang berurusan dengan hari-hari besar keagamaan, pasti kita anulir, kita batalkan,” jelas Guspardi.
Dewan Pembina perludem, Titi Anggraini, pun tak luput menyoroti persoalan berdekatannya usulan tanggal Pilkada 2024 yang telah beredar luas dengan hari besar keagamaan umat Hindu di Bali. Menurutnya, hari besar keagamaan harus menjadi pertimbangan dalam menetapkan tanggal tersebut.
“Nah, pertimbangan-pertimbangan seperti itu, teknis, keagamaan, karena menyangkut upacara-upacara keagamaan, apalagi Indonesia sangat multi-kultur dan multi-agama, kita tidak boleh mempersulit kelompok adat atau kelompok agama tertentu untuk berpartisipasi,” ujar Titi di kesempatan yang sama.
“Jadi, memang multi-perspektif untuk bicara di atas banyak pertimbangan yang lebih inklusif dan kohesif di masyakarat itu jadi penting,” kata Titi.
Titi juga menekankan bahwa penetapan tanggal pemilu tiga tahun mendatang itu juga tak hanya harus mempertimbangkan hari besar keagamaan saja, tetapi juga kondisi sosial, politik, hingga cuaca. “Cuaca itu juga penting,” ujarnya.
Titi bercermin pada penyelenggaraan pemilu di Amerika Serikat. Konstitusi AS menyatakan bahwa gelaran pemilu harus dilangsungkan di hari Selasa di pekan pertama bulan November di tiap tahun pemilu.
Titi menyebut bahwa pertimbangan tersebut berdasar pada kondisi musim yang sedang bagus di waktu tersebut. Dengan kondisi cuaca yang bagus, pemilih (voter) akan lebih leluasa saat harus keluar rumah untuk mencoblos di Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Hingga saat ini, penetapan tanggal pilpres, pileg, dan pilkada 2024 masih mengawang lantaran masih belum ada kesepakatan dari pihak pemerintah, DPR, maupun KPU itu sendiri.
Pada Pemilu 2024 seharusnya telah ditetapkan pada Rabu, 6 Oktober 2021, kemarin. Hanya saja, agenda rapat di DPR dibatalkan karena pihak pemerintah, dalam hal ini Mendagri, batal hadir karena ada panggilan mendadak dari Presiden Jokowi.
Keputusan kapan Pemilu 2024 akan digelar masih belum ada kesepakatan. Namun, Titi mengingatkan bahwa KPU punya wewenang penuh untuk menetapkan tanggal pemilu meski tetap harus mendengarkan pertimbangan dari pemerintah.
Wewenang tersebut konstitusional karena diatur di dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Pasal 167 ayat (2) UU tersebut menyatakan bahwa hari, tanggal, dan waktu pemungutan suara pemilu ditetapkan dengan keputusan KPU.
Titi mendorong agar KPU selalu tampil di depan dan tegas dalam menentukan tanggal Pemilu 2024 ini. Menurutnya, KPU punya kemampuan teknis mumpuni untuk mengurus pemilu.
“KPU itu sudah punya rambu-rambu dan juga yang paling memahami teknis kepemiluan karena siklus pemilu itu tidak hanya tahapan pemilu. Ada pra-pemilu, di situlah aturan dirancang,” ujar Titi.