Home Politik Partai Ummat Nilai Jokowi Gagal Kelola Konflik Agraria

Partai Ummat Nilai Jokowi Gagal Kelola Konflik Agraria

Jakarta, Gatra.com – Partai Ummat menilai Presiden Joko Widodo (Jokowi) gagal mengelola konflik agraria yang terjadi selama lima tahun terakhir. Hal ini kemudian menyebabkan meluasnya ketimpangan dan ketidak-adilan di seluruh tanah air.

Data yang dihimpun Partai Ummat menunjukkan, telah terjadi 2.288 konflik agraria dalam lima tahun terakhir. Ribuan konflik tersebut mengakibatkan 1.437 orang mengalami kriminalisasi, 776 orang mengalami penganiayaan, 75 orang tertembak, dan 66 orang tewas.

Ketua Umum Partai Ummat, Ridho Rahmadi, mengingatkan pesan Surat al-Maidah Ayat 32 yang menyatakan, “...bahwa barangsiapa membunuh seseorang, bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau bukan karena berbuat kerusakan di bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh semua manusia...”

“Mereka adalah korban ketidak-adilan struktural. Namun, pemerintah masih berkilah dan memberikan kesan seolah-olah mereka korban konflik horizontal,” ungkap Ridho dalam keterangan tertulis, Jumat (8/10).

Ridho menambahkan, penguasaan tanah oleh segelintir elit oligarki juga memperdalam jurang kaya–miskin. Sehingga, ujung-ujungnya rakyat banyaklah yang menjadi korban dan mengalami ketidak-adilan struktural.

Menurut Ridho, sebanyak 68% tanah di Indonesia dikuasai oleh 1% kelompok pengusaha dan badan korporasi skala besar. Di sisi lain, lebih dari 16 juta rumah tangga petani masing-masing hanya menguasai lahan di bawah setengah hektar.

“Berdasarkan data tersebut, Partai Ummat menyimpulkan ketimpangan dan ketidak-adilan penguasaan tanah di Indonesia sudah sangat parah. Konflik yang berakar pada perampasan tanah terjadi hampir merata di seluruh Indonesia, sering tidak ada sangkut-pautnya dengan kepentingan rakyat,” imbuhnya.

Ridho menyatakan, belum ada tanda-tanda upaya penyelesaian yang komprehensif dan menyentuh akar masalah. Menurutnya, pemerintah masih bermain-main dengan cara penyelesaian yang parsial, kagetan, bahkan tak jarang melibatkan aparat keamanan.

“Cara pemerintah menyelesaikan konflik agraria selama ini tak ubahnya seperti mengobati kanker stadium lanjut dengan menempelkan koyo pada bagian tubuh yang sakit. Ketidak-adilan ini adalah soal redistribusi lahan, bukan soal sertifikasi lahan. Dengan segala hormat, jangan lagi anggap bagi-bagi sertifikat sebagai solusi,” katanya.

Karena itu, Partai Ummat menyampaikan tiga tuntutan kepada pemerintah. Kesatu, pemerintah mesti segera membentuk Badan Otorita Reforma Agraria, yang merupakan perintah dari Tap MPR Nomor IX/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam.

Kedua, pemerintah perlu segera mengumpulkan data penguasaan agraria yang valid dan terintegrasi. Adanya tuntutan ketiga adalah mendesak pemerintah agar segera mewujudkan ‘Peta Tunggal Agraria’ dan road map penyelesaian sengketa agraria.

“Insya Allah Partai Ummat akan mendirikan Kantor Bantuan Hukum Ummat (Kabah Ummat), sebagai bentuk konkret partisipasi dan peran aktif dalam upaya menyelesaikan konflik agraria di tanah air,” ujarnya.

Ridho mengatakan, lembaga ini akan memberi bantuan hukum kepada anggota masyarakat yang menjadi konflik agraria atau konflik struktural lainnya. Selain itu, juga memberi pendampingan kepada warga untuk memperoleh sertifikat atau kepastian hukum dari lahan yang sudah digarap sangat lama.

 

232