Jakarta, Gatra.com – Kepala Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK), Dian Ediana Rae, menyebutkan bahwa ada sekitar Rp120 triliun aliran dana diduga terkait kejahatan sindikat Narkotika.
Dian dalam tayangan video YouTube yang diterima pada Rabu malam (6/10), menyampaikan, indikasi tersebut telah disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) PPATK dengan Komisi III DPR.
"Itu sebetulnya tidak direncanakan ya, sebetulnya itu mungkin pertanyaan yang datang dari salah satu anggota dan menjadi perhatian yang besar," ungkapnya.
Menurutnya, soal uang sekitar Rp120 triliun ini, sudah lama menjadi perhatian PPATK. Pihaknya juga sudah mengirimkan sejumlah datanya kepada aparat penegak hukum, khususnya Badan Narkotika Nasional (BNN) atau Polri untuk ditindaklanjuti.
“Untuk bagaimana memberikan perhatian yang lebih serius dalam penanganan tindak pidana yang terkait dengan Narkoba ini,” ujarnya.
Dian menyebut bahwa Rp120 triliun ini merupakan angka konservatif atau bisa dianggap termasuk relatif kecil karena PPATK mengeliminir angka-angka yang biasa digunakan oleh lembaga intelijen keuangan untuk menghitungnya.
"Itu secara agregat ditotalkan, uang yang ada di dalam rekening itu, apakah hasil usaha yang halal dan haram itu digabung, yang kelur masuk dan sebagainya," ucap Dian.
Ia melanjutkan, kalau melihat kasus posisinya, uang sekitar Rp120 triliun tersebut rasional untuk menjelaskan betapa seriusnya persoalan-persoalan yang terkait dengan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Narkoba.
“Ini tentu merupakan hasil analisis dan hasil pemeriksaan kita, apakah ini datang juga dari informasi yang diminta oleh aparat penegak hukum, maupun ya kebanyakan yang datang dari analisis PPATK sendiri, analisis dan pemeriksaan PPATK," katanya.
Terkait angka Rp120 triliun ini, lanjut Dian, melibatkan pihak-pihak terlapor yakni sejumlah orang dan korporasi. “Jumlah total saja mungkin dalam kesempatan ini saya sebutkan sebesar 1.339 individu dan korporasi yang kita periksa dan kita catat sebagai aliran transaksi keuangan yang mencurigakan yang datang dari tindak pidana narkoba ini," katanya.
Adapun angka Rp120 triliun tersebut terjadi dalam kurun waktu selama 5 tahun, yakni mulai 2016 sampai dengan 2020. Selama 5 tahun tersebut uang yang diduga terkait hasil Narkoba ini ditotalkan atau dijumlahkan supaya memberikan gambaran yang komprehensif mengenai kasusnya.
“Kalau saya membacanya, di mana Narkoba ini bisa dikatakan semakin meningkat dan mungkin perlu ada solusi pemecahan bersama untuk bagaimana mengatasi semakin berkembangnya kegiatan-kegiatan yang terkait dengan Narkoba ini," ujarnya.
Lantas uang sejumlah Rp120 triliun ini berada di Indonesia atau luar negeri, Dian menjelaskan, kasus Narkoba ini melibatkan sindikat yang tidak hanya berada di suatu negara, tetapi juga di luar negeri atau berbagai negara.
“Kalau melihat keterkaitannya yang masuk ke Indonesia dari negara-negara tertentu kan signifikan. Jadi memang kita tidak bisa membacanya secara terputus-putus. Jadi antara semua jaringan secara global ini harus kita lihat, kita ikuti terus karena prinsip dasarnya PPATK adalah follow the money, ke mana uang ini bergerak. Uang ini misalnya bergerak keluar, kita ikutin keluar atau bergerak datangnya dari luar ke dalam Indonesia, kita ikutin dan kita catat," ucapnya.
Soal Narkoba ini, Dian menyebut semacam terjadi ekspor-impor. “Ada yang mengatakan begini, jadi kalau kita bisa memproduksi sendiri di dalam tidak impor. Tetapi ini nyata kalau menurut analisis kita, itu kegiatan-kegiatan yang terkait dengan impor dan ekspor sebetulnya yang terkait narkoba itu, memang seperti itu," katanya.
Sifat dari kejahatan ini lintas negara. Kemudin ia menjelaskan maksud impor-ekspor. Misalnya, ada penyelundupan "ekspor" trenggiling dari Indonesia ke negara tertentu. Sisik trenggiling ini merupakan bahan yang sangat bagus untuk membuat sabu kualitas tinggi.
“Nah, ini ada keterkaitan yang sangat menarik sebetulnya. Jadi antara kegiatan narkotika dengan yang terkait dengan pelanggaran kegiatan-kegiatan yang melawan hukum yang terkait dengan binatang-binatang langka. Bisa dikatakan begitu kalau istilah yang kita pakai," ungkapnya.
Modus Operandi
Untuk modus pengiriman uang yang sangat fantastik terkait narkoba ini pun beragam cara, mulai dari transfer. Sindikat ini membeli rekening-rekening dari orang yang tidak terkait Narkoba untuk menyamarkan uang.
“Mereka pakai untuk transaksi Narkoba, itu sebenarnya ini bukan mereka, sehingga memang ini satu hal, tugas yang cukup berat bagi aparat penegak hukum,” katanya.
Selanjutnya, melalui hawala, yakni perpindahan dana tanpa adanya transfer yang kentara. “Itu kan hanya pemindahan buku, sifatnya itu kan di suatu negara tertentu,” ungkapnya.
Ada juga kegiatan-kegiatan tertentu yang melibatkan atau mengeksploitasi orang-orang tertetu, seperti Pekerja Migran Indonsia (PMI). “Misalnya ada terkait dengan TKI kita, kemudian itu dipakai untuk melakukan trasfer dana dan sebagainya.”
Selanjutnya, yang lebih sering terjadi menggunakan modus trade base money laundring. Artinya, pencucian uang yang dilakukan melalui modus perdagangan dengan menggunakan over invoice, invoice palsu, dan lain sebagainya. Kemudian juga melalui money changer. “Jadi memang kegiatan pentransferan dana mereka itu sangat bervariasi,” katanya.