Jakarta, Gatra.com – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyebut program biodiesel 30 (B30) efektif menurunkan gas rumah kaca (GRK). Pada 2020, kebijakan B30 berkontribusi dalam penurunan GRK sebesar 23,3 juta ton karbondioksida (CO2).
“Selain itu, implementasi B30 juga mengurangi impor solar atau penghematan devisa sebanyak US$8 miliar,” ungkap Airlangga dalam sambutannya di ‘Seremoni Keberhasilan Uji Terbang CN235 dengan Bioavtur 2,4%’, Rabu (6/10).
Airlangga menambahkan, pemerintah terus mendorong program B30 dengan target 9,2 juta kiloliter di tahun ini. Upaya ini dilakukan untuk mendukung pencapaian bauran energi baru terbarukan (EBT) sebesar 23% di tahun 2025 dapat terwujud.
“Kelapa sawit juga berkontribusi untuk pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs), dalam bentuk penciptaan lapangan kerja hingga 16 juta tenaga kerja bergantung pada sektor ini,” kata Airlangga. Indonesia merupakan negara terbesar yang menguasai 55% pasar sawit dunia.
Dia mengatakan, komoditas kelapa sawit turut berkontribusi 15,6% terhadap ekspor Indonesia. Terlebih, harga sawit tengah masuk komoditas supercycle bersama dengan crumb rubber, nikel, cooper, batubara, dan komoditas lain.
“Harganya sedang tinggi yaitu US$1.200 per ton, serta memberikan nilai tukar petani Rp1.800 sampai Rp2.200 tandan buah segar per kilogram. Ini juga merupakan harga tertinggi, sehingga pertumbuhan ekonomi di Sumatra dan Kalimantan tercermin sudah positif,” ujarnya.
Menurut Airlangga, kelapa sawit memiliki efisiensi dan produktivitas yang lebih baik daripada minyak nabati lainnya. Dia mencatat, 1 ton minyak sawit hanya butuh 0,3 hektar (ha) lahan, sedangkan minyak rapseed memerlukan 1,3 ha, minyak biji bunga matahari 1,5 ha, bahkan minyak kedelai mencapai 2,2 ha.