Jakarta, Gatra.com - Pemerintah Indonesia secara tegas berkomitmen menghentikan peredaran barang palsu dan bajakan yang selama ini beredar di pasaran, baik yang dijual secara offline maupun online.
Komitmen tersebut tertuang melalui penandatangan Perjanjian Kerja Sama (PKS) oleh Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual (Dirjen KI) Freddy Harris bersama-sana Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri, Komjen. Pol. Agus Andrianto dan Direktur Jenderal Bea dan Cukai (Dirjen Bea dan Cukai) Askolani.
"Ini wujud keseriusan kita dalam perlindungan kekayaan intelektual. Kita sudah bertahun bertahun dalam posisi Priority Watch List (PWL) belum tertangani secara serius," kata Dirjen KI Freddy Harris, dalam konferensi pers secara daring, Rabu (6/10).
Selain itu, lima marketplace (lokapasar) besar yang cukup laris di Indonesia yaitu, Tokopedia, Bukalapak, Shopee, Blibli dan Lazada secara serempak melakukan deklarasi mendukung komitmen pemerintah dalam memberantas peredaran produk yang melanggar kekayaan intelektual (KI) di platform mereka.
Status Priority Watch List (PWL) yang dirilis oleh United States Trade Representative (USTR) atau Kantor Kamar Dagang Amerika Serikat saat ini dinilai memiliki tingkat pelanggaran KI cukup berat.
Keseriusan pemerintah tersebut ditandai dengan dibentuknya Satuan Tugas Operasi (Satgas Ops) penanggulangan status PWL Indonesia di bidang KI yang terdiri dari DJKI, Bareskrim Polri, Ditjen Bea dan Cukai, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) serta Badan Pengawas Obat dan Makanan.
"Instansi yang tergabung dalam satgas ops ini merupakan lembaga yang memiliki kewenangan penegakan hukum, sehingga memudahkan dalam melakukan penegakan hukum ketika terjadi pelanggaran KI," jelas Freddy.
Penegakan hukum KI ini menjadi hal yang penting untuk memperbaiki iklim investasi di Indonesia. Sebab, penegakan hukum KI menjadi salah satu indikator bagi sebagian besar negara investor yang ingin menanamkan modalnya ke Indonesia.
Penilaian USTR yang menyematkan status PWL kepada Indonesia juga berpengaruh terhadap pemberian fasilitas Generalized System of Preference (GSP). GSP merupakan program penurunan tarif bea masuk yang diberikan oleh Amerika Serikat kepada negara berkembang, termasuk Indonesia.
"Tentunya, pemberian fasilitas GSP ini dapat membantu meningkatkan kinerja usaha ekspor Indonesia ke Amerika Serikat. Di mana sebagian besar produk ekspor unggulan seperti produk agrikultur, tekstil, garmen, dan perkayuan akan memperoleh pemotongan bea masuk sebesar 5% yang berdampak pada meningkatnya daya jual produk tersebut," pungkasnya.