Kendal, Gatra.com - Selama pandemi covid-19 melanda, angka perceraian di Kabupaten Kendal Jawa Tengah tergolong tinggi. Ibu-ibu muda dengan usia 25 hingga 40 tahun memilih berpisah dari suaminya untuk hidup sendiri.
Dari data Pengadilan Agama (PA) Kelas IA Kendal, sejak awal pandemi terjadi, tepatnya di bulan Maret 2020 lalu, sebanyak 3.158 ibu-ibu muda di Kabupaten Kendal mengajukan cerai gugat. Data tersebut terdiri dari data pengajuan gugat cerai mulai Maret hingga Desember 2020 sebanyak 1.661 ditambah data bulan Januari hingga September 2021 sebanyak 1.497 pengajuan gugat cerai.
"Untuk kasus cerai gugat yang diproses di sini (Pengadilan Agama Kelas IA Kendal) tergolong tinggi. Jumlahnya lebih tinggi dibanding dengan pengajuan cerai talak yang diajukan pihak suami," kata Humas Pengadilan Agama Kelas 1A Kendal, Drs H abdul ghofur MH, Selasa (5/10).
Total kasus perceraian yang berproses di Pengadilan Agama Kelas IA Kendal sejak Januari 2020 hingga September 2021 mencapai 4.814 kasus yang terdiri dari kasus cerai talak sebanyak 1.256 kasus dan kasus cerai gugat sebanyak 3.558 kasus perceraian.
Kata Abdul Ghofur, kasus cerai gugat yang mendominasi angka perceraian tak dipungkiri akibat pandemi covid-19 yang terjadi hingga saat ini. Meskipun demikian, faktor ekonomi juga menjadi sebab terjadinya lonjakan kasus perceraian. "Di Kendal ini banyak ibu-ibu yang kerja ke luar negeri karena ingin meningkatkan perekonomian keluarga. Namun, sesampainya di luar negeri mereka malah mengajukan cerai kepada suaminya. Ini yang rata-rata terjadi disini," ungkapnya.
"Mereka yang jadi tenaga kerja wanita (TKW) ke luar negeri mengajukan gugat cerai dengan cara menyewa pengacara. Padahal, saat berangkat ke luar negeri dengan cara baik-baik. Namun setelah beberapa bulan atau beberapa tahun mengajukan gugat cerai di PA," lanjutnya.
Kasus gugat cerai yang diajukan para TKW mendominasi kasus gugat cerai di Pengadilan Agama Kelas IA Kendal dibandingkan dengan kasus kesalah pahaman yang akhirnya berbuntut pada pengajuan gugat cerai.
PA yang memiliki tugas untuk menekan kasus perceraian telah berupaya serius untuk meminimalisir terjadinya perceraian. Hal ini dibuktikan dengan tindakan mendahulukan untuk mendamaikan kedua belah pihak dengan langkah-langkah mediasi. Langkah ini diambil dengan harapan bisa menghindari terjadinya perceraian. "Kita dahulukan untuk mendamaikan kedua belah pihak, meski kita sadari bahwa disitu ada masalah privasi," ujarnya.
Ditegaskan kembali, kasus gugat cerai kebanyakan didominasi ibu-ibu muda. Sedangkan gugat cerai pada umur 40 tahun ke atas, meski pernah terjadi namun jumlahnya sangat kecil sekali.
Abdul Ghofur berharap tingginya kasus perceraian yang terjadi di Kendal bisa diantisipasi dengan berbagai progam sosialisasi dampak bahayanya perceraian bagi anak kepada masyarakat luas. "Saya dulu di PA Pati sebelum tugas di sini. Di sana ada peran pemerintah daerah yang dilakukan bekerjasama dengan PA untuk sosialisasi menekan tingginya angka perceraian. Tapi semenjak dua tahun saya di sini belum merasakan hadirnya pemerintah daerah untuk menekan kasus perceraian," jelasnya.