Brebes, Gatra.com - Wakil Bupati Brebes Narjo mempertanyakan data kemiskinan yang menjadi acuan pemerintah pusat yang menyebut bahwa Kabupaten Brebes menjadi satu dari lima daerah dengan kemiskinan ekstrem di Jawa Tengah.
"Dalam pemberian bantuan sosial misalnya, data dari pusat belum sinkron dengan kondisi riil di masyarakat. Sehingga sering ditemui, orang kelas menengah ke atas masih ada yang menerima bantuan dari pemerintah," ujar Narjo saat memberikan pembinaan kepada anggota Ikatan Pekerja Sosial Masyarakat (IPSM) di sebuah rumah makan, Sabtu (2/10).
Narjo mengatakan Pemkab sedang memetakan desa-desa yang masuk kategori miskin ekstrem untuk dilakukan langkah-langkah intervensi. Pemetaan dilakukan di lima kecamatan yakni Kecamatan Larangan, Losari, Bulakamba, Bantarkawung, dan Ketanggungan.
"Intervensi dilakukan dengan indikator dari banyaknya warga miskin yang tercatat dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dan Indeks Desa Membangun (IDM)," katanya.
Menurut Narjo, Pemkab selama ini sudah melakukan berbagai upaya penanganan kemiskinan. Upaya itu di antaranya program padat karya melalui proyek APBD senilai Rp216 miliar dan Gerakan Satu Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Satu Desa Dampingan.
"Dari pemerintah pusat juga sudah banyak seperti BPNT, PKH dan lainnya. Termasuk dana desa juga bisa dialokasikan untuk pengentasan kemiskinan," ujarnya.
Sebelumnya, pemerintah pusat menargetkan penanggulangan kemiskinan ekstrem nasional sebanyak 20 persen pada 2021. Hal itu mengemuka dalam rapat yang digelar Wakil Presiden Ma'ruf Amin dengan menteri dan gubernur se Indonesia, Selasa (28/9).
Di Jawa Tengah, terdapat lima kabupaten yang menjadi prioritas penanggulangan kemiskinan ekstem, yakni Banyumas, Banjarnegara, Brebes, Pemalang dan Kebumen.
Kepala Badan Perencanaan Penelitian dan Pembangunan Daerah (Baperlitbangda) Kabupaten Brebes Edy Koesmartono mengakui angka kemiskinan di Brebes meningkat dalam dua tahun terakhir karena pandemi Covid-19.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2019, angka kemiskinan mencapai 16,22 persen. Angka ini meningkat menjadi 17,03 persen pada 2020.
"Angka kemiskinan kita pada 2019 itu16,22 persen. Kemudian karena pandemi, bertambah 64.000 orang. Dari 16,22 persen menjadi 17,03 persen pada 2020 atau setara 308.780 orang," ujar Edy, Jumat (1/10).
Edy menjelaskan, dari jumlah 308.780 warga miskin pada 2020 tersebut, sebanyak 187 ribu orang di antaranya masuk dalam kategori kemiskinan ekstrem. Salah satu indikatornya adalah pengasilan mereka dalam satu bulan di bawah Rp345 ribu atau per harinya hanya Rp 11.300.
"Kemudian secara kumulatif, dalam lima tahun berturut-turut itu dia berada di bawah garis kemiskinan," jelasnya.