Home Hukum Ansori: Konflik PT BSU dengan SAD 113 Ruwet

Ansori: Konflik PT BSU dengan SAD 113 Ruwet

Batanghari, Gatra.com - Kepala Kantor Kesbangpol Kabupaten Batanghari, Jambi, Ansori mengatakan konflik antara PT Berkat Sawit Utama (BSU) dengan Kelompok Suku Anak Dalam (SAD) 113 ruwet. Ia bilang tahun ini ada empat konflik yang masih ditangani Kesbangpol.

"Konflik pertama antara SAD 113 dengan PT BSU sekarang dalam proses verifikasi. Verifikasi terakhir akan berlanjut ke kelompok kerja (Pokja) 2. Setelah hasil verifikasi Pokja 2 akan dibawa ke Pokja 1. Sedangkan Pokja 3 masalah hukum," ucapnya dikonfirmasi Gatra.com, Ahad (3/10).

Konflik PT BSU dengan SAD 113 kini sedang ditangani Tim terpadu (Timdu) Provinsi Jambi karena menyangkut dua kabupaten, yakni Kabupaten Batanghari dan Kabupaten Muaro Jambi.

Mengapa konflik SAD 113 dan PT BSU tak kunjung selesai? Ansori berujar sewaktu menjabat Kasi Penanganan Konflik Kesbangpol Batanghari, ada bantuan dari pihak perusahaan untuk lahan kehidupan SAD 113 seluas 1.000 hektar tahun 2014.

"Sebelumnya sudah dibantu perusahaan seluas 1.000 hektar, sehingga ada namanya pola 2.000 untuk SAD yang terbagi dalam 17 kelompok turunan dinaungi dua koperasi," ucapnya.

Dua koperasi Kelompok SAD 113 meliputi Koperasi Tua Bersatu dan Koperasi Berkah Bersatu. Dua koperasi tidak mau dengan pola 2.000 yang diberikan PT BSU. Mereka tetap berprinsip dengan pola 3.550 hektar. "Masalah ini berlangsung cukup lama dan pernah coba diselesaikan DPRD Provinsi," katanya.

Kelompok SAD 113 minta ukur lahan 3.550 hektar menggunakan satelit. PT BSU bersedia memenuhi permintaan Kelompok SAD 113 asalkan biaya ukur satelit bukan dari perusahaan.

"Kalau tak salah biaya ukur pakai satelit dulu yang saya dengar mencapai Rp 1 miliar lebih," ujarnya.

Ia mengaku pernah mengikuti rapat penyelesaian konflik PT BSU dengan SAD 113 di Jakarta. Kelompok SAD 113 tak mesti harus menerima 3.550 hektar lahan. Cukup 500 hektar lahan sawit mereka mau terima dan sudah deal dengan perusahaan.

"Sampai di Jambi, 500 hektar lahan sawit rupanya di tiga hamparan, mana mau mereka (Kelompok SAD 113). Makanya mereka tetap bertahan pada tuntutan semula yakni 3.550 hektar," ucapnya.

Konflik kedua adalah Kelompok Tani Terusan Bersatu dengan PT Wira Karya Sakti (WKS). Konflik ini sebenarnya empat tahun lebih berjalan di Timdu. Kesbangpol Batanghari telah memanggil kedua belah pihak guna penyelesaian konflik.

"Jawaban PT WKS terhadap kerjasama dengan Kelompok Tani Terusan Bersatu berupa memberikan ekonomi kreatif, bukan memberikan lahan," ucapnya.

PT WKS akan menyetujui asalkan non lahan, sedangkan permintaan Kelompok Tani Terusan Bersatu tetap lahan. Ansori berkata Kesbangpol Batanghari rapat dan berkoordinasi dengan pihak KPHP (Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi).

"Saran dari KPHP saya ungkapkan dalam zoom meeting bersama Kementerian KLHK Bidang Penanganan Konflik dan Hukum Adat. Dari situ kami minta tim independen dari pusat untuk menilai layak tidak Kelompok Tani Terusan Bersatu berebut lahan," ujarnya.

Rapat terakhir dilakukan bersama Dinas Kehutanan Provinsi Jambi dan disepakati dalam berita acara akan datang tim assessment dari Pusat. Kini kelompok tersebut meninggalkan lokasi karena sudah ada kesepakatan hitam di atas putih. 

"Selanjutnya kami tidak tahu lagi karena memang tak ada kabar," ucapnya.

Konflik ketiga adalah Koperasi Tangkit Jaya dengan PT Jamin Sawita Abadi (JSA) dan PT Citra Mulia Manunggal (CMM). Tuntutan koperasi ini sewaktu awal pengurusan izin PT JSA karena izin harus ada semacam kemitraan 20% untuk masyarakat sekitar, makanya dibentuk koperasi.

"Karena pihak koperasi belum merasa menerima, makanya muncul tuntutan. Sementara PT JSA take over ke PT CMM hingga menimbulkan kegaduhan," katanya.

Konflik keempat antara LSM Kompital dengan Kelompok Tani Mayang Mangurai dalam lahan PT Sawit Jambi Lestari (SJL) atau Asian Agri. Tapi upaya penyelesaian konflik ini belum Kesbangpol jadwalkan. "Sementara ini ada empat konflik yang Kesbangpol Batanghari tangani hingga Oktober 2021," ujarnya.

1783