Jakarta, Gatra.com- Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mengawal ketat penanganan perkara di Kejaksaan Agung (Kejagung) atas dugaan korupsi pembelian gas alam cair (LNG dari Mozambik. Pembelian itu diduga merugikan negara hingga Rp2 Triliun. "Dugaan kerugian lain sekitar 200Miliar Rupiah untuk pembayaran bonus Direksi anak perusahaan Pertamina," kata Koordinator MAKI, Boyamin Saiman dalam keterangan persnya, 2/9.
MAKI menjelaskan, sebagaimana pemberitaan media massa, pada tahun 2013/2014 Pertamina melakukan Kontrak pembelian LNG dari Mozambik yang rencananya untuk kebutuhan dalam negeri, yang mayoritas digunakan untuk listrik dan kilang Refinery Development Master Plan (RDMP).
Negosiasi kontrak tersebut diawali pada 2013, di mana Pertamina dan Mozambique LNG1 Company Pte. Ltd mulai melakukan pembicaraan terkait potensi suplai LNG. Kemudian, pada 8 Agustus 2014, kedua belah pihak menandatangani Head of Agreement (HoA) dengan volume 1 MTPA selama 20 tahun dengan harga DES 13,5 persen JCC.
"Dalam perjalanannya hingga tahun 2019, kontrak ini diduga telah merugikan Pertamina sekitar Rp2 Triliun dikarenakan harga pembelian lebih tinggi daripada harga penjualan alias tekor," kata Boyamin.
Pertamina diduga melakukan kesalahan dalam kontrak tersebut berupa :
1. Dugaan kesalahan melakukan kontrak panjang (20 tahun) dengan harga flat sehingga ketika harga pasar turun namun pihak Pertamina tetap harus membeli dengan harga tinggi.
2. Dugaan kesalahan melakukan analisa kebutuhan dalam negeri seakan akan akan membutuhkan LNG dalam jumlah besar, namun ternyata persediaan dalam negeri mencukupi dan bahkan berlebih sehingga LNG dari Mozambik akhirnya dijual lagi di pasar internasional dengan harga murah yang kemudian menimbulkan kerugian Pertamina.
Dalam pelaksanaan penjualan LNG tersebut dilakukan oleh anak perusahaan Pertamina (PT XYZ) yang mana meskipun merugi perdagangan LNG dari Mozambik namun Direksi PT XYZ diduga telah menerima pembayaran bonus produksi sekitar Rp200 Miliar. Atas pencairan dana Rp200 Miliar ini patut diduga telah merugikan Pertamina sebagai induk perusahaan.
Berdasar informasi yang dihimpun MAKI, bahwa atas dugaan kerugian sekitar Rp2 Triliun dan Rp200 Miliar yang dialami Pertamina tersebut, Direktorat Penyidikan Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Gedung Bundar) telah melakukan penyelidikan setelah melakukan pengumpulan bahan dan keterangan (Pulbaket) berdasar ketentuan hukum yang berlaku.
MAKI telah melakukan pengawalan penanganan perkara ini sebulan terakhir dan mendesak Kejagung untuk segera meningkatkan tahap penyidikan dan menetapkan tersangka jika telah terpenuhi unsur dugaan korupsi serta telah terpenuhi minimal dua alat bukti. "MAKI akan tetap mengawal perkara ini dan selalu mencadangkan upaya gugatan Prapeperadilan apabila penanganan perkara ini lamban dan mangkrak," tegas Boyamin.