Jakarta, Gatra.com- Situs ilegal atau situs bajakan nonton film di internet begitu menjamur. Dalam situs terselubung tersebut, ribuan film mancanegara, termasuk dari Indonesia, dapat diakses dan ditonton secara gratis tanpa harus mengeluarkan kocek sedikitpun.
Namun, nyatanya keberadaan situs ilegal nonton film di internet sangat meresahkan banyak pihak. Seolah menjadi efek domino, keberadaan situs ilegal tersebut merugikan banyak pihak, terutama pelaku industri perfilman. Padahal, di dalam dunia perfilman, ada perputaran bisnis yang begitu besar.
Jika masyarakat tetap ingin menikmati film-film dengan kualitas maksimal, maka wajib hukumnya untuk tidak menonton film bajakan melalui situs ilegal. "Ini bukan charity show, karena ada biaya yang harus dikeluarkan cukup besar dalam memproduksi atau menayangkan film," kata Country Head WeTV dan iflix Indonesia Lesley Simpson dalam keterangan tertulis diterima Gatra.com, Minggu (3/10).
Selain merugikan industri, ungkap Lesley, ternyata kecanduan menonton film bajakan di internet juga dapat merugikan masyarakat. Sebab, di dalam situs ilegal itu terdapat malware yang berisi virus dan berpotensi meracuni komputer atau perangkat si pengguna.
Bahayanya adalah, virus yang sudah menjalar di perangkat si penonton bajakan itu bisa membuat komputer atau laptop dikendalikan oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Ornag yang tak bertanggung jawab itu bisa saja menyalakan kamera di laptop dan merekam seluruh aktivitas penonton bajakan tanpa sepengetahuannya.
"Di WeTV, penonton dapat mengaksesnya secara gratis. Yuk kita bantu perfilman Indonesia, bukan cuma membantu industrinya, tapi biarkan sineas kita juga tetap berkarya. Di saat yang bersamaan, sebenarnya kita juga sedang melindungi diri kita sendiri," kata dia.
Sementara itu, Ketua Bidang Penelitian dan Pengembangan, Badan Perfilman Indonesia Tito Imanda mengatakan, dalam pembuatan satu film layar lebar atau film panjang yang berkualitas paling tidak menghabiskan Rp8 miliar.
Tito mencontohkan, kalau harga tiket nonton di bioskop senilai Rp 45 ribu, maka sebanyak Rp 5 ribu akan digunakan untuk pajak. Sisanya, sebanyak Rp 40 ribu dibagi dua antara produser dan pihak bioskop. Berarti untuk balik modal biaya pembuatan film, paling tidak membutuhkan 400 ribu penonton.
Kalaupun menurunkan biaya produksi, maka berpotensi dapat menurunkan kualitas film itu sendiri. Kalau sudah begitu, kata Tito, penonton yang akan ikut merugi karena kualitas film yang ditonton tidak maksimal.
"Dengan menonton melalui jalur yang ilegal, berarti sedang menambah kemungkinan bahwa film-film Indonesia berikutnya semakin tidak bagus. Lama-lama kualitas film Indonesia akan turun lagi. Jadi yang rugi kita sendiri sebagai penonton, bukan hanya industrinya," kata Tito.
Paling tidak, ada dua cara untuk menghadapi tantangan menjamurnya situs film bajakan. Pertama, tentunya tidak menonton film bajakan di situs ilegal. Dalam hal ini, lihak terkait harus meningkatkan kesadaran penonton. Kedua, strateginya adalah mencegah orang mengakses situs bajakan dengan mengurangi aksesnya.
Kendati demikian, ia mengaku dua cara tersebut bukan suatu hal yang mudah untuk menangkal menjamurnya situs film bajakan. Sebab, satu situs ditutup, maka akan muncul situs baru lainnya.
Oleh sebab itu, pihak terkait, seperti pemerintah, pelaku industri perfilman, serta masyarakat harus serius memerangi situs film bajakan. "Harus memblokir setiap situs bajakan. Ini lebih efektif ketimbang menyadarkan kesadaran masyarakat. Sebab, tantangan menyadarkan masyarakat besar sekali. Kultur suka nonton film bajakan sudah terlalu terbangun sejak lama," kata dia.