Jakarta, Gatra.com – Dalam rangka memperingati ulang tahun ke-17 Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI pada Jumat (1/10), banyak pihak yang berharap bahwa tindak tanduk badan legislasi daerah tersebut lebih terasa oleh publik.
Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas, Feri Amsari, pun mengungkapkan pemikiran reflektifnya mengenai peringatan HUT DPD RI tersebut. Ia menganggap bahwa DPD RI gagal memanfaatkan ruang politik dari daerah-daerah di seluruh provinsi Indonesia.
“Ruang yang diperjuangkan itu adalah ruang daerah dan Indonesia itu terdiri dari 34 provinsi. Seperti apa DPD kemudian harus memanfaatkannya? Ini yang kemudian menurut saya gagal diciptakan,” ujar Feri dalam webinar yang diselenggarakan oleh FORMAPPI pada hari yang sama.
“Entah karena kondisi politik, entah karena gagal merancang, membangun, apa yang harus dilakukan, entah juga karena bangunan konstitusi,” lanjut Feri.
Selama ini, banyak pihak yang selalu menyandingkan DPD RI dengan DPR RI. Menurut Feri, hari ulang tahun ini patut dijadikan sebagai momentum bagi DPD RI untuk menciptakan sayap legislasi baru agar berbeda dengan DPR.
“DPD punya kesempatan luas untuk tampil berbeda. Sayang DPD tidak melakukan,” ujarnya.
Feri memberikan satu contoh. Dalam polemik RUU KPK yang sempat menjadi perbincangan hangat di publik beberapa tahun lalu, DPD RI, menurutnya, seharusnya bisa bersuara mewakili aspirasi dari daerah masing-masing dan bukan hanya diam saja. “Dengan begitu ada perimbangan di kamar legislasi kita,” ujarnya.
Wacana yang muncul ke publik adalah bahwa DPD RI tak punya wewenang atau bahkan merasa lebih inferior dari DPR RI yang dianggap sebagai ‘senior’-nya. Maka dari itu, Feri menegaskan bahwa DPD RI perlu membuat sayap politik baru agar lepas dari bayang-bayang sang senior.
“Dengan membangun DPD gaya baru, politik legislasi baru, saya berharap DPD bisa memaksimalkan sesuatu,” jelas Feri.