Jakarta, Gatra.com- Kelapa sawit merupakan salah satu tanaman perkebunan yang memiliki nilai ekonomi yang sangat tinggi. Indonesia saat ini merupakan produsen kelapa sawit terbesar di dunia diikuti oleh Malaysia dan Thailand.
Pemerintah melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) terus berkomitmen untuk mendukung sektor perkebunan kelapa sawit sebagai salah satu komoditas strategis nasional.
Dukungan tersebut tercermin melalui keputusan Rapat Komite Pengarah BPDPKS pada tanggal 22 Januari 2021 yang telah menyetujui usulan alokasi anggaran BPDPKS tahun 2021. “Dukungan yang utama adalah pemenuhan target peremajaan sawit rakyat pada tahun 2021 seluas 180.000 hektare dengan alokasi dana sebesar Rp5,567 triliun,” ujar Menko Perekonomian Airlangga Hartarto.
Untuk mencapai target, BPDPKS bersama seluruh pemangku kepentingan industri sawit akan menyusun mekanisme peremajaan sawit rakyat yang lebih efektif dan efisien.
Memang, baru-baru ini ada beberapa cara untuk melakukan peremajaan kelapa sawit yakni dengan teknik paludikultur. Cara ini merupakan teknik budidaya di lahan rawa dengan cara-cara produktif dan melindungi eksosistem rawa. Namun ada juga beberapa metode lain untuk melakukan peremajaan kelapa sawit, apa saja?
1. Model Tanam Ulang Total (TUT)
Tanam ulang total adalah model replanting dengan menumbangkan seluruh tanaman tua dan menanam kembali keseluruhan lahan milik petani perorangan (2 ha/petani). Pada model ini petani tidak mendapatkan hasil selama masa vegetatif sekitar 3 tahun.
Untuk mengevaluasi kelayakan model replanting secara total digunakan analisis kriteria investasi yang meliputi nilai Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) dan Internal Rate of Return (IRR).
2. Model Tanam Ulang Bertahap/TUB (Underplanting)
Model tanam ulang sebagian (Underplanting) dilakukan secara bertahap. Pertama dilakukan penumbangan dan penanaman pada sebagian atau 50% dari luas blok (1 ha). Setelah tanaman pada Tahap I berbuah, selanjutnya dilakukan penumbangan dan penanaman terhadap sisa tanaman tua (Tahap II).
Seluruh proses pada tahap pertama dilakukan kembali pada tahap kedua. Selama penanaman Tahap I petani masih mendapatkan penghasilan dari kebun yang belum direplanting
Adapun keunggulan model underplanting ini yaitu petani masih memperoleh penghasilan selama masa vegetatif tanaman baru dari sebagian tanaman yang belum diremajakan. Namun, kelemahan model ini adalah umur tanaman dan kegiatan panen menjadi tidak seragam dalam satu kapling milik petani.
3. Model Tanam Ulang Intercropping
Peremajaan model intercropping merupakan peremajaan model tanam ulang total dikombinasikan atau dipadu dengan intercropping (tanaman musiman sebagai tanaman sela) sebagai pengganti tanaman penutup tanah (land cover crops).
Model tanam ulang intercropping lebih bertujuan untuk menjamin kontinuitas pendapatan dengan menanam tanaman sela sebelum tanaman kelapa sawit menghasilkan (0-3 tahun), dimana kanopi dan perakaran tanaman masih relatif belum berkembang.
Lahan yang diremajakan akan terbuka dan memperoleh cahaya matahari secara penuh sehingga dapat dimanfaatkan untuk tanaman sela dalam pola tumpangsari.
Peremajaan model intercropping ini yang mempunyai IRR terkecil. Keunggulan tanam ulang dengan intercropping ini adalah pertumbuhan tanaman lebih seragam, mudah melaksanakan kegiatan panen, dan hilangnya pendapatan dari tanaman kelapa sawit tergantikan oleh adanya tanaman pangan, meskipun besarnya pendapatan dari tanaman pangan lebih rendah dari tanaman kelapa sawit.