Jakarta, Gatra.com – SOS Children's Villages Indonesia sejauh ini belum menemukan anak yatim piatu atau yapitu di Kota Semarang, Jawa Tengah, dan Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, mengalami malnutrisi.
"Dari sisi makan, kami melihat belum ada anak-anak yang malnutrisi," kata Tri Dewi Saraswati, Advocacy Coordinator and Child Protection Spesialis, dalam konfensi pers virtual hasil rapid asesmen SOS Children's Villages Indonesia bertajuk "#BersamaUntukAnak", pada Kamis (30/9).
Dewi menyampaikan, mayoritas pengasuh menyampaikan, tidak ada perubahan dalam kualitas makanan, tetapi ada perubahan di kuantitas karena betambahnya anggota kelurga.
"Di sini mereka menyampaikan ada perubahan jenis makanan yang disajikan, meski sama-sama protein hewani," ujarnya.
Meski dari rapid asesmen ini belum ditemukan adanya anak mengalami malnutrisi, namun bukan berarti mereka yang ditinggal meninggal dunia orang tuanya ini tidak berpotensi mengalami hal tersebut.
Menurutnya, mereka bahkan sangat berisiko karena orang tua sambung atau asuhnya tidak mempunyai pengasilan yang sama, bahkan tidak mempunyai pengasilan sama sekali atau pengasilan tetap.
"Jadi mereka berisiko malnutrisi. Untuk membeli makan, mereka sangat bergantung pada keluarga atau tetangga sekitarnya," ungkap Dewi.
Begitupun dengan anak yang tinggal sendiri karena mereka makan apa yang mereka suka. "Mau Indomi terus, karena mereka tinggal sendiri. Atau anak yang tinggal dengan kakak, namun usianya tidak beda jauh. [Dia]14-15 tahun, lalu kakaknya 19 atau 20 tahun. Kakaknya sibuk cari nafkah untuk adiknya. Ini kemungkinan anaknya malnutrisi," ujarnya.
Dewi mengungkapkan, anak yatim piatu di Kota Yogyakarta dan Semarang, mayoritas remaja. Untuk Kota Semarang, mayoritas usia 16-18 tahun. Sedangkan di Yogyakarta adalah usia anak SMP atau sederajat.