Home Hukum Kejagung Periksa 3 Direksi PT Cipta Srigati soal Korupsi Pembiayaan Ekspor

Kejagung Periksa 3 Direksi PT Cipta Srigati soal Korupsi Pembiayaan Ekspor

Jakarta, Gatra.com – Tim Jaksa Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa jajaran direksi PT Cipta Srigati Lestari, di antaraya Direktur Utama (Dirut) SC dalam kasus dugaan korupsi pembiayaan ekspor nasioal pada Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).

“SC selaku Direktur Utama (Dirut) PT Cipta Srigati Lestari, diperiksa terkait penerimaan fasilitas kredit kepada debitur,” kata Leonard Eben Ezer Simanjuntak, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, di Jakarta, Rabu (29/9).

Adapun dua orang direksi PT Cipta Srigati Lestari lainnya yang juga diperiksa sebagai saksi dalam kasus ini, yakni Direktur Teknologi WFS dan Direktur Human Capital RN. “Diperiksa terkait penerimaan fasilitas kredit kepada debitur,” katanya.

Terakhir, penyidik memeriksa satu orang saksi inisial MS selaku Kepala Divisi Analisa Resiko Bisnis II pada LPEI periode 2014-2017. “Diperiksa terkait penerimaan fasilitas kredit kepada debitur,” ujarnya.

Penyidik memeriksa mereka sebagai saksi untuk kepentingan penyidikan dan menemukan fakta hukum mengenai kasus dugaan korupsi pembiayaan ekspor nasioal pada Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) yang mereka lihat, alami, dan dengar sendiri.

“Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan tentang suatu perkara pidana,” katanya.

Kejagung mulai memeriksa saksi-saksi setelah menaikkan kasus ini ke tahap penyidikan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Print-13/F.2/Fd.2/06/2021 tanggal 24 Juni 2021.

Leo menjelaskan, awalnya LPEI diduga telah memberikan fasilitas pembiayaan kepada Group Walet, Group Johan Darsono, Duniatex Group, Group Bara Jaya Utama, Group Arkha, PT Cipta Srigati Lestari, PT Lautan Harmoni Sejahtera, dan PT Kemilau Harapan Prima serta PT Kemilau Kemas Timur.

"Pembiayaan kepada para debitur tersebut sesuai dengan laporan sistem informasi manajemen risiko dalam posisi colektibility 5 (macet) per tanggal 31 Desember 2019," ungkapnya.

Leo melanjutkan, LPEI didalam penyelenggaraan pembiayaan ekspor nasional kepada para debitur atau perusahaan penerima pembiayaan tersebut, diduga dilakukan tanpa melalui prinsip tata kelola yang baik sehingga berdampak pada meningkatnya kredit macet atau non performing loan (NPL) pada tahun 2019 sebesar 23,39%.

"Berdasarkan laporan keuangan per 31 Desember 2019, LPEI diduga mengalami kerugian tahun berjalan sebesar Rp4,7 triliun. Jumlah kerugian tersebut penyebabnya adalah dikarenakan adanya pembentukan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN)," ungkapnya.

Selanjutnya, berdasarkan statement di laporan keuangan 2019, pembentukan CKPN di tahun 2019 meningkat 807,74% dari RKAT dengan konsekuensi berimbas pada provitabilitas (keuntungan).

"Kenaikan CKPN ini untuk men-cover potensi kerugian akibat naiknya angka kredit bermasalahan di antaranya disebabkan oleh ke-9 debitur tersebut di atas," katanya.

Leo mengungkapkan, salah satu debitur yang mengajukan pembiayaan kepada LPEI tersebut adalah Grup Walet, yaitu PT Jasa Mulia Indonesia, PT Mulia Walet Indonesia, dan PT Borneo Walet Indonesia. Ketiga perusahaan ini direktur utamanya adalah S.

Pihak LPEI, lanjut Leo, yaitu tim pengusul, kepala Departemen Unit Bisnis, Kepala Divisi Unit Bisnis dan Komite Pembiayaan tidak menerapkan prinsip-prinsip sebagaimana yang telah ditentukan dalam Peraturan Dewan Direktur No. 0012/PDD/11/2010 tanggal 30 November 2010 tentang Kebijakan Pembiayaan LPEI.

Akibat hal tersebut di atas menyebabkan debitur, dalam hal ini Group Wallet, yaitu PT Jasa Mulya Indonesia, PT Mulya Walet Indonesia, dan PT Borneo Walet Indonesia dikatagorikan Colectibity 5 atau macet sehingga mengalami gagal bayar sebesar Rp683.600.000.000 (Rp683,6 miliar).

"[Angka Rp683,6 miliar tersebut] terdiri dari nilai pokok Rp576.000.000.000 (Rp576 miliar) ditambah denda dan bunga sebesar Rp107.600.000.000 (Rp107,6 miliar)," katanya.

5233