Jakarta, Gatra.com – Ekonom senior, Rizal Ramli, mengatakan, pembangunan di berbagai bidang, termasuk real estate, pertambangan, dan perkebunan harus berorientasi untuk memakmurkan dan menyejahterkan rakyat.
“[Pembangunan] itu justru alat untuk membuat rakyat lebih makmur, bukan sebaliknya, menjadi proses untuk memiskinkan rakyat secara struktural,” kata Rizal Ramli dalam diskusi virtual bertajuk “Pembangunan untuk Apa dan Siapa?” pada Rabu (29/9).
Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian era pemerintahan Pemerintahan Abdurrahman Wahid atau Gus Dur ini, mencontohkan pembangunan real estate Mega Kuningan sekitar tahun 1990-an.
Menurutnya, untuk membangun Mega Kuningan ini, harus mereloksi banyak warga ke tempat lain karena lokasinya merupakan wilayah padat penduduk. Namun mereka sangat senang karena mendapat ganti untung.
“Mega Kuningan itu kan padat sekali. Rakyat direlokasikan dengan luas tanah diganti dua kalinya di Bintaro Selatan. Terus dapat uang tunai pula, di samping dapat tanah dua kali lebih luas. Ya rakyat senang luar biasa,” ujar Rizal Ramli.
Ia mengungkapkan, saat itu pembangunan Mega Kuningan ditangani oleh arsitek lulusan Institus Teknologi Bandung (ITB), Nugroho. “Dia cari beking lah, dia cari Bambang Soeharto waktu itu,” ucapnya di kanal YouTube Bravos Radio Indonesia.
Mantan aggota Tim Panel Ekonomi PBB ini, lebih lanjut menyampaikan, pemerintah sebagai pemegang kendali regulasi,harus belajar dari pengalaman tersebut. Hal yang sama juga harus dilakukan oleh para pengusaha yang ingin melakukan pembangunan.
Menurutnya, pembelajaran dari pengalaman itu agar pembangunan tidak memarjinalkan rakyat. Warga yang direlokasi mendapatkan tanah yang luasnya 2 kali lipat dari tanah semula.
“Dia bisa pindah ke lingkungan lebih hijau walaupun agak di luar kota yang airnya, udaranya lebih bersih, dapat uang pula. Nah, ini kan contoh bagaimana pembangunan atau pengembangan real estate bisa bikin makmur rakyat," kata Rizal Ramli.
Rizal Ramli juga mengungkapkan, ketika menjadi Menko bidang Kemaritiman pada Kabinet Jokowi, pernah meminta tanah seluas 500 hektare di Bukit Manoreh, sekitar setengah jam dari Candi Borobudur, Jawa Tengah, kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya Bakar. Menteri LHK pun menyetujuinya.
“Dia [Siti Nurbaya] langsung tanda tangan, dia percaya 'kalau Mas Rizal pasti betul-betul buat rakyat'," katanya menuturkan.
Kala itu, Rizal Ramli mau merelokasi penduduk di dalam area Borobudur yang padat ke Bukit Manoreh. Warga menyambut baik recana tersebut karena menerika tanah pengganti yang luasnya dua kali lipat dari tanah sebelumnya.
“Yang kedua, kotanya didesain yang bener supaya lebih bagus dan nyaman. Ketiga, rakyatnya secara bersama-sama memiliki 10% saham di Borobudur supaya kalau Borobudur maju pariwisatanya rakyat mendapat keuntungan,” katanya.
Presiden Joko Widodo (Jokowi), lanjut Rizal Ramli, sangat menyetujui rencana tersebut. “Waktu kita rapat kabinet di Borobudur, Presiden Jokowi senang banget setuju. Ada notulen kabinetnya. Jokowi ternyata begini, kalau orang sekitarnya enggak neko-neko bekerja hanya untuk rakyat, dia juga setuju,” ujarnya.
“Tetapi hari ini kan banyak yang ngaco-ngaco di sekitarnya yang punya kepentingan. Sayangnya ketika saya tidak jadi Menko, tidak lagi dilanjutkan rencana itu,” ucapnya.
Selain di Borobudur, Rizal Ramli juga mengaku pernah meminta tanah seluas 500 hektare atau 5 juta meter persegi di pinggir Danau Toba, Sumatera Utara, untuk Ecotourism bagi rakyat. Tujuannya ialah untuk mengembangkan pariwisata Ecotourism Danau Toba. “Itu untuk dikembangkan menjadi ecotourism untuk rakyat,” ujarnya.