Jakarta, Gatra.com - Berdasarkan Global TB Report World Health Organization (WHO) atau Organisasi Kesehatan Dunia tahun 2020, Indonesia merupakan negara dengan beban TBC tertinggi ke-2 di dunia di bawah India. Diestimasikan terdapat 845.000 kasus TBC baru setiap tahunnya, dengan angka kematian mencapai 98.000 atau setara dengan 11 kematian per jam.
Hal ini disampaikan oleh Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia (Menaker RI) Ida Fauziyah, lewat sebuah video yang diputar dalam Zoom di webinar bertajuk "Eliminasi Penyakit Tuberkulosis 2030 dengan Implementasi Peraturan Presiden No. 67 Tahun 2021", yang disiarkan langsung melalui kanal YouTube YARSI TV pada Rabu, (29/9).
"TBC juga merupakan tantangan untuk pembangunan ketenagakerjaan di Indonesia," ungkapnya.
Sedangkan, kata Ida, menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tahun 2018 menunjukkan 75% pasien TBC adalah kelompok usia produktif yang berusia 15 sampai 54 tahun.
Ia menambahkan, selain itu, penelitian dari Kemenkes juga menunjukkan bahwa lebih dari 25% pasien TBC dan 50% pasien TBC resistance obat beresiko kehilangan pekerjaan mereka karena penyakit ini. Menurunnya produktivitas atau kehilangan pekerjaan akibat kecacatan, pengeluaran biaya medis dan biaya langsung non-medis seperti biaya transportasi serta nutrisi berkontribusi pada beban ekonomi rumah tangga orang dengan TBC.
"Kesulitan ekonomi yang secara langsung dan tidak langsung diakibatkan oleh TBC, menimbulkan halangan akses terhadap diagnosis dan pengobatan, yang ini dapat memperburuk hasil pengobatan serta meningkatkan resiko penularan infeksi di masyarakat. Situasi ini tentu menghambat sejumlah tujuan pembangunan di bidang kesehatan pada tingkat global, nasional dan regional sesuai tujuan pembangunan berkelanjutan atau SDGs," tutur Ida.
"Situasi ini adalah tantangan kolektif yang tentu saja membutuhkan perhatian pada aspek sosio ekonomi, seperti perlindungan sosial, pengendalian kepadatan penduduk, polusi udara, kekurangan gizi, stigma dan diskriminasi terhadap pasien dan keluarganya serta pencegahan dan pengendalian di transportasi. Intervensi untuk menangani aspek sosial dan ekonomi epidemi TBC ini membutuhkan penyesuaian paradigma dari penanganan yang berpusat pada pasien secara individu ke konteks sosial yang lebih luas," imbuhnya.