Pati, Gatra.com - Nelayan Juwana Kabupaten Pati, Jawa Tengah menduga diketoknya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 85 Tahun 2021 tentang jenis dan tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku pada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), sangat berpeluang membuka pintu lebar-lebar untuk kapal asing mengeruk kekayaan perikanan di laut Indonesia.
Perwakilan Nelayan Porsein, Fauzan Nur Rokhim mengatakan, hal ini tertuang sangat gamblang dengan Keputusan Menteri (Kepmen) Nomor 86 dan 87. Di mana PNBP yang dikenakan kepada nelayan pra produksi adalah sebesar 10% untuk kapal 60 Grosston (GT) sampai dengan 1000 GT. Mengingat, kapal nelayan lokal tidak ada yang lebih dari 300 GT. Adanya penyamaan tarif 10% untuk kapal 60 hingga 1000 GT, disebutnya sangat tidak adil. Seharusnya, semakin tinggi GT, tarif yang dikenakan juga lebih tinggi.
"Ada konspirasi asing karena sebelumnya 200 GT maksimal, sekarang menjadi 1000 GT. 1000 GT ini kapalnya siapa? Nelayan lokal enggak ada yang sampai segitu. Anehnya lagi pajaknya 1000 GT dengan 60 GT hampir sama 10 persen besarannya. Yang punya 1000 GT hanya kapal asing. Ini pasti ada kepentingan asing," ujarnya selepas aksi di TPI Unit II Juwana, Rabu (29/9).
Fauzan khawatir, nantinya kapal asing bakal berbondong mengeruk kekayaan alam perikanan sebanyak-banyaknya, tanpa menghiraukan dampak yang diakibatkan. Lagi-lagi nelayan lokal yang dirugikan. Ia menilai PP Nomor 75 Tahun 2015 sebenarnya jauh lebih baik, dibandingkan PP Nomor 85 Tahun 2021. Lantaran sangat jelas bahwa kapal asing tidak diperbolehkan untuk menangkap ikan di wilayah maritim Indonesia. Tarif yang dikeluarkan untul nelayan asing pun mencapai 25% untuk kapal berukuran di atas 200 GT.
"Akan tetapi sekarang malah diturunkan menjadi 10%. Jelas, ini tidak pro dengan nelayan lokal. Ini akan membuka kesempatan yang lebar bagi sektor asing untuk mengeksploitasi perikanan di laut Indonesia," bebernya.