Slawi, Gatra.com - Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Tegal, Jawa Tengah memberikan bantuan 10 alat tenun bukan mesin (ATBM) kepada Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas IIB Slawi, Kabupaten Tegal. Selain mendorong pengembangan UMKM, bantuan ini diharapkan meningkatkan keterampilan narapidana dalam memproduksi sarung tenun berkualitas ekspor.
Pemberian bantuan ATBM tersebut merupakan bagian dari Program Sosial Bank Indonesia dalam pengembangan UMKM agar naik kelas. Pemberian bantuan ini menggandeng Fahalatex, salah satu UMKM binaan BI Tegal yang memproduksi sarung tenun goyor khas Tegal dengan pasar dalam negeri dan luar negeri.
Deputi Kepala Perwakilan BI Tegal Dodi Nugraha mengatakan, bantuan 10 unit ATBM senilai masing-masing senilai Rp4 juta diberikan ke Lapas Klas IIB Slawi melalui koperasi yang ada di lapas.
"Selain memberikan 10 ATBM, BI Tegal juga memfasilitasi program capacity building warga binaan lapas bersama Fahalatex. Dalam program ini, warga binaan akan dilatih memprodusi sarung goyor secara langsung oleh penenun dari Fahalatex menggunakan 10 ATBM yang diberikan BI," ujar Dodi di sela penandatangan MoU dan pembukaan pelatihan di Lapas Klas IIB Slawi, Senin (27/9).
Menurut Dodi, Fahalatex merupakan salah satu UMKM binaan BI Tegal yang tidak goyah di masa pandemi. Terbukti, di saat pelaku usaha lain mengurangi karyawan karena terdampak pandemi, Fahalatex justru menambah karyawan dengan menggandeng Lapas Klas IIB Slawi.
"Dengan menambah karyawan dari SDM warga binaan di Lapas Slawi, Fahalatex bisa meningkatkan produksi kain goyor yang telah diekspor ke Afrika dan Timur Tengah," ucapnya.
Selain menjadi bagian dari upaya mendorong pengembangan UMKM binaan BI, program sinergi BI, Fahalatex dan Lapas Klas II Slawi tersebut diharapkan dapat meningkatkan keterampilan narapidana atau warga binaan dalam memproduksi produk tenun unggulan berkualitas ekspor.
"Pemberdayaan warga lapas yang merupakan kelompok subsisten terbukti telah menambah devisa negara sejalan dengan visi Bank Indnesia untuk mendorong ekspor dan mengatasi defisit transaksi berjalan," tandasnya.
Kepala Lapas Klas IIB Mardi Santosos mengatakan, pemberdayaan warga binaan untuk memproduksi sarung tenun goyor sudah berjalan lebih dari satu tahun. Dengan adanya bantuan 10 alat tenun ATBM dari BI, produksi sarung tenun goyor dari para warga binaan diharapkan semakin meningkat.
"Target kami dengan adanya penambahan 10 alat tenun ATBM, dalam sebulan produksinya minimal 300 lembar. Kalau permintaan dari konsumen meningkat, sebenarnya bisa saja warga binaan kami ini melakukan lembur di malam hari. Jadi bisa mengikuti ritme industri. Kami ini juga sudah mulai mengarah ke lapas industri," ujarnya.
Pemilik Fahalatex Fahmi Lukman Alkatiri mengatakan, sarung tenun goyor produksi para warga binaan di Lapas Slawi sudah diekspor ke sejumlah negara di Afrika dan Timur Tengah. Dia menyebut, kualitas sarung tenun yang diproduksi terus membaik sejak pertama kali mendapat pelatihan setahun yang lalu.
"Kualitas hasil napi ini bagus sekali, luar biasa dan tidak ada komplain dari klien. Karena kita juga quality control yang akan memberi punishment kepada mereka ketika hasil sarungnya tidak sesuai dengan yang kami harapkan. Hukumannya bukan kita bayar separuh, tapi malah kita tidak bayar sama sekali. Jadi mereka lebih hati-hati," ucapnya.
Selain memberikan penghasilan untuk para warga binaan sebesar Rp30 ribu dari tiap sarung yang bisa diproduksi, Fahmi berharap keterampilan yang dimiliki para warga binaan yang mendapat pelatihan masih digunakan ketika mereka selesai menjalani hukuman.
"Setelah keluar dari lapas, mereka sudah memiliki keterampilan dan bisa berkarya dengan keterampilan tersebut," ucapnya.