Jakarta, Gatra.com – Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini angkat bicara mengenai penghapusan sembilan juta data Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI-JK). Menurutnya, hal ini terjadi karena pemutakhiran dan pemadanan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
Berdasarkan Keputusan Mensos Nomor 1/HUK/2021, terdapat sebanyak 96.788.880 juta jiwa penerima bantuan iuran jaminan kesehatan per 4 Januari 2021. Namun, Keputusan Mensos Nomor 92/HUK/2021 menyatakan penerima bantuan iuran jaminan kesehatan sebesar 87.053.683 jiwa per 15 September 2021.
Jumlah 87 juta penerima tersebut meliputi 74.420.345 jiwa yang sesuai DTKS, serta terdapat 12.633.338 jiwa yang tidak masuk DTKS tetapi sudah padan dengan data Ditjen Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil). Data non-DTKS jenis ini mesti dilakukan verifikasi kelayakan oleh pemerintah daerah.
Risma menjelaskan, data 9 juta penerima yang dihapus tadi terdiri atas 2.584.495 data ditemukan ganda dan sebanyak 434.835 penerima telah meninggal. Kemudian, ada 5.882.243 data non-DTKS sekaligus tidak padan dengan Dukcapil, lalu sejumlah 833.624 mutasi alias pindah kelas karena perbaikan ekonomi.
Terkait program PBI-JK, Kementerian Sosial (Kemensos) mendasarkan pada tiga regulasi. Pertama, Undang-Undang (UU) Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Pasal 14 ayat 2 mengatur bahwa penerima bantuan iuran adalah fakir miskin dan orang tidak mampu.
Kedua, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Pasal 8 ayat (2) menyebutkan, identitas peserta paling sedikit memuat nama dan nomor identitas yang terintegrasi dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK), kecuali untuk bayi baru lahir.
Ketiga, Peraturan Mensos Nomor 21 Tahun 2019 tentang Persyaratan dan Tata Cara Perubahan Data Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan. Pasal 4 menyatakan, PBI Jaminan Kesehatan bersumber dari DTKS yang ditetapkan oleh Mensos.
“Saya menetapkan PBI-JK itu sebulan sekali. Jadi di minggu pertama setelah saya menetapkan DTKS, saya buka kesempatan kepada daerah untuk mengirimkan data hasil verifikasi mereka. Sebelum saya tetapkan di pertengahan bulan,” ungkap Mensos, Senin (27/9).
Untuk menuju kuota nasional sebanyak 96,8 juta, terdapat kesempatan untuk mengisi dengan 9.746.317 usulan baru, termasuk perbaikan data yang belum padan Dukcapil, migrasi dari PBI daerah, bayi baru lahir, pekerja yang setelah 6 bulan PHK belum punya pekerjaan, korban bencana, dan sebagainya.
Terpisah, Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar menilai proses pembersihan data adalah hal yang biasa dilakukan oleh Kemensos dengan mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 76 Tahun 2015, yakni ada yang dihapus dan ada yang didaftarkan baru.
“Namun, sejak awal 2021 hingga sekarang, proses pembersihan data tidak dilakukan pada dua sisi yaitu mengeluarkan dan mendaftarkan peserta baru di PBI. Yang ada hanya mengeluarkan masyarakat miskin sebagai peserta PBI, tanpa menambah lagi. Padahal angka kemiskinan di Indonesia meningkat,” ungkap Timboel dalam keterangannya.
Karena itu, Timboel mendesak Mensos dan Pemda segera memperbaiki proses pendataan masyarakat miskin sehingga benar-benar mendapatkan data orang miskin yang objektif. Selain itu, Kemensos mesti menjamin perubahan peserta PBI tidak menghilangkan hak konstitusional orang miskin meperoleh pelayanan jaminan kesehatan nasional (JKN).
“Lakukan perubahan data dengan memastikan ada proses penghapusan, penggantian, dan penambahan berdasarkan pendataan secara objektif. Selama ini, kami menilai proses pendataan orang miskin belum dilakukan secara objektif sehingga masih ada orang miskin yang tidak terdaftar sebagai peserta JKN,” jelasnya.