Home Hukum Kejagung Periksa Lagi Adik Alex Noerdin soal Korupsi Gas Sumsel

Kejagung Periksa Lagi Adik Alex Noerdin soal Korupsi Gas Sumsel

Jakarta, Gatra.com – Tim Jaksa Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali memeriksa Direktur PT Grita Artha Kreamindo, Joes Noerdin, atau adik Alex Noerdin sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pembelian Gas Bumi oleh BUMD Perusahaan Daerah Pertambangan dan Energi (PDPDE) Sumatera Selatan Tahun 2010–2019.

"JN selaku Direktur PT Grita Artha Kreamindo, diperiksa terkait Berita Acara Pemeriksaan (BAP) lanjutan terkait tersangka AN, MM, CISS, dan AYH," kata Leonard Eben Ezer Simanjuntak, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, di Jakarta, Senin (27/9).

Selain itu, penyidik juga memeriksa Direktur Utama (Dirut) PDPDE Sumatera Selatan (Sumsel), Arief Kadarsyah, juga sebagai saksi dalam kasus ini. Pemeriksaan yang bersangkutan merupakan lanjutan dari pemeriksaan sebelumnya untuk semua tersangka.

Leo menjelaskan, penyidik kembali memeriksa kedua saksi di atas untuk kepentingan penyidikan kasus dugaan korupsi pembelian gas bumi Sumsel yang mereka dengar, lihat, dan alami sendiri.

Pemeriksaan juga guna menemukan fakta hukum tentang tindak pidana korupsi yang terjadi pada Perusahaan Daerah (PD) Pertambangan Dan Energi (PDE) Sumsel.

"Pemeriksaan saksi dilaksanakan dengan mengikuti secara ketat protokol kesehatan antara lain dengan menerapkan 3M," ujarnya.

Kejagung telah menetapkan 4 orang tersangka dalam kasus ini. Awalnya, Kejagung menetapkan Direktur PT Dika Karya Lintas Nusa (PT DKLN), A Yaniarsyah (AYH); dan Direktur Utama (Dirut) Perusahaan Daerah Pertambangan dan Energi Sumatera Selatan (PDPDE Sumsel), Caca Isa Saleh S (CISS).

CISS yang juga Direktur Utama PDPDE Sumsel sejak 2008 telah menandatangani perjanjian Kerja Sama antara PDPDE Sumsel dengan PT DKLN tersebut ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor: TAP- 22/F.2/Fd.2/09/2021 tanggal 08 September 2021.

Sedangkan AYH selaku Direktur PT DKLN sejak 2009? dan juga merangkap sebagai Direktur PT PDPDE Gas sejak tahun 2009 dan juga Direktur Utama PDPDE Sumsel sejak tahun 2014 ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor: TAP- 23/F.2/Fd.2/09/2021 Tanggal 08 September 2021.

Atas perbuatan tersebut, Kejagung menyangka mereka melanggar melanggar sangkaan Primair, yakni Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Sangkan Subsidairnya, yakni diduga melanggar Pasal 3 Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Perubahan UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Sekitar sepekan kemudian, Kejagung menetapkanmantan Gubernur Sumsel, Alex Noerdin; dan Direktur PT Dika Karya Lintas Nusa (PT DKLN) dan juga merangkap sebagai Komisaris Utama PT PDPDE Gas serta menjabat sebagai Direktur PT PDPDE Gas, Maddai Madang (MM) sebagai tersangka.

Kejagung menetapkan Alex Noerdin sebagai terdangka berdasarkan Surat Perintah Penyidikan (Spridik) Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Print-32/F.2/Fd.2/09/2021 tanggal 16 September 2021 dan Surat Penetapan Tersangka Nomor: TAP- 28/F.2/Fd.2/09/2021 tanggal 16 September 2021.

Sedangkan Maddai Madang berdasarkan Sprindik Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Print-31/F.2/Fd.2/09/2021 tanggal 16 September 2021 dan Surat Penetapan Tersangka Nomor: TAP- 27/F.2/Fd.2/09/2021 tanggal 16 September 2021.

Kejagung menetapkan Alex Noerdin selaku Gubernur Sumsel dua periode, yakni ?2008–2013 dan periode 2013–2018 karena ulahnya dalam pembelian gas bumi di daerah yang dipimpinnya.

Kasus ini berawal pada tahun 2010, yakni Pemerintah Provinsi Sumsel memperoleh alokasi untuk membeli gas bumi bagian Negara dari J.O.B PT Pertamina, Talisman Ltd, Pasific Oil and Gas Ltd, dan Jambi Merang (JOB Jambi Merang) sebesar15 MMSCFD.

"[Pembelian tersebut] berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengelola Minyak Dan Gas (BP MIGAS) atas permintaan gubernur Sumatera Selatan," ungkap Leo.

Selanjutnya, berdasarkan keputusan Kepala BP Migas tersebut yang ditunjuk sebagai pembeli gas bumi bagian negara tersebut adalah BUMD Provinsi Sumsel, yakni Perusahaan Daerah Pertambangan dan Energi Provinsi Sumatera Selatan (PDPDE Sumsel).

"Akan tetapi, dengan dalih PDPDE Sumsel tidak mempunyai pengalaman teknis dan dana, maka PDPDE Sumsel bekerja sama dengan investor swasta, PT Dika Karya Lintas Nusa (PT DKLN)," katanya.

Kedua perusahaan tersebut kemudian membentuk perusahaan patungan, yakni PT PDPDE Gas dengang komposisi kepemilikan sahamnya 15% untuk PDPDE Sumsel dan 85% untuk PT DKLN.

Dalam pelaksanaan pembelian gas bumi tersebut terjadi penyimpangan yang merugikan keuangan negara sebagaimana hasil perhitungan ahli dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Kerugian keuangan tersebut terdiri, sebesar US$30.194.452.79 yang berasal dari hasil penerimaan penjualan gas dikurangi biaya operasional selama kurun waktu 2010–2019, yang seharusnya diterima oleh PDPDE Sumsel.

"Kemudian, sejumlah US$63.750,00 dan Rp2.131.250.000,00 (Rp2,1 miliar) yang merupakan setoran modal yang tidak seharusnya dibayarkan oleh PDPDE Sumsel," katanya.

Adapun peran Alex Noerdin dalam kasus ini, yakni selaku gubernur Sumsel periode 2008-2013 dan 2013-2018 yang melakukan permintaan alokasi gas bagian negara dari BPMIGAS untuk PDPDE Sumsel.

"Tersangka AN [Alex Noerdin] menyetujui dilakukan kerja sama antara PDPDE Sumsel dengan PT DKLN membentuk PT PDPDE Gas dengan maksud menggunakan PDPDE Sumsel untuk mendapatkan alokasi gas bagian negara," ujarnya.

Sedangkan tersangka Maddai Madang perannya sebagai direktur PT DKLN dan juga merangkap sebagai komisaris utama PT PDPDE Gas serta menjabat sebagai direktur PT PDPDE Gas.

"Tersangka MM [Maddai Madang] menerima pembayaran yang tidak sah berupa fee marketing dari PT PDPDE Gas," kata Leo.

Kejagung menyangka Alex Noerdin dan Maddai Madang melanggar sangkaan Primair, yakni Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Adapun sangkaan subsidairnya adalah melanggar Pasal 3 jo. Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Penyidik kemudian menahan tersangka Alex Noerdin berdasarkan Surat Perintah Nomor: PRIN-22/F.2/Fd.2/09/2021 tanggal 16 September 2021. Alex ditahan selama 20 hari terhitung sejak tanggal 16 September 2021 sampai dengan 5 Oktober 2021 di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Salemba Cabang Kejagung.

Sedangkan tersangka Maddai Madang ditahan berdasarkan Surat Perintah Nomor: PRIN-21/F.2/Fd.2/09/2021 tanggal 16 September 2021. Dia ditahan selama 20 hari terhitung sejak tanggal 16 September 2021 sampai dengan 5 Oktober 2021 di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Salemba Cabang Kejagung.

217