Jakarta, Gatra.com – Penyakit kardiovaskular atau serangan jantung masih menjadi ancaman dunia dan merupakan penyakit yang berperan utama sebagai penyebab kematian nomor satu di seluruh dunia. Data dari World Health Organization (WHO) atau Organisasi Kesehatan Dunia menyebutkan lebih dari 17 juta orang di dunia meninggal akibat penyakit jantung dan pembuluh darah atau penyakit kardiovaskular.
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, angka kejadian penyakit jantung dan pembuluh darah semakin meningkat dari tahun ke tahun. Setidaknya, 15 dari 1000 orang atau saat ini terdapat 4,2 juta orang yang menderita penyakit kardiovaskular dan 2.784.064 di antaranya menderita penyakit jantung.
Adapun Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) melaporkan 14,4% sebab kematian di Indonesia adalah penyakit jantung koroner, dilansir dari siaran pers yang diperoleh Gatra.com pada Senin, (27/9).
Ketua Umum Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI) Isman Firdaus mengatakan pandemi COVID-19 yang berlangsung sejak akhir tahun 2019 menjadi kekhawatiran tersendiri bagi orang dengan penyakit jantung, mengingat paparan infeksi apapun termasuk infeksi virus menular tersebut dapat mencetuskan perburukan dari penyakit kardiovaskular seperti terjadinya kekambuhan penyakit jantung coroner atau gagal jantung menahun. Bahkan lebih mudah terjadi kematian pada pasien virus corona yang memiliki penyakit jantung, dibandingkan tanpa penyakit jantung
Sementara itu, laporan rata-rata Rumah Sakit (RS) di masa pandemi menunjukkan 16,3% pasien yang dirawat dari ruang isolasi COVID-19 ternyata memiliki penyakit bawaan (komorbid) atau koinsiden penyakit kardiovaskular. Kemudian, di masa sebelum pandemi dilaporkan bahwa laju rerata mortalitas di RS akibat serangan jantung adalah 8%, namun di masa pandemi, angka ini dilaporkan meningkat hingga 22-23%.
Dalam memperingati Hari Jantung Sedunia tanggal 29 September, PERKI menyoroti pentingnya menjaga kesehatan jantung dengan bantuan inovasi dan perubahan teknologi dan digital yang ada.
“Inovasi digital telah membantu masyarakat yang sehat maupun yang sakit di masa pandemi untuk mendapatkan akses kesehatan dengan mudah, layanan konsultasi secara online, edukasi kesehatan dan pemantauan capaian aktifitas fisik dan olahraga serta layanan antar obat-obatan ke rumah,” kata Isman.
Ia juga mengatakan bahwa kemajuan teknologi informasi dan digital ini juga diikuti dengan keprihatinan PERKI akan misinformasi (hoaks) dan disinformasi mengenai kesehatan yang beredar di dunia maya, terutama terkait kesehatan jantung yang disebarluaskankan oleh media-media sosial dan hal ini perlu diluruskan.