Home Hukum Pabrik Obat Ilegal Terbesar Dibongkar: Omzet Rp2 M Sehari, Bahan Diduga dari Cina

Pabrik Obat Ilegal Terbesar Dibongkar: Omzet Rp2 M Sehari, Bahan Diduga dari Cina

Bantul, Gatra.com - Dir Narkoba Bareskrim Polri Brigjen Krisno H. Siregar mengatakan pihaknya akan melakukan penyelidikan mengenai bahan baku utama pembuatan obat keras dan berbahaya dari pabrik yang disebut terbesar di Indonesia yang berlokasi di Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. 
 
Berbagai bahan baku yang disita di tempat kejadian perkara dipastikan berasal dari luar negeri dan didapat secara ilegal. Sementar ini bahan baku ditengarai berasal dari Cina. 
Meski berasal dari luar negeri, sampai sekarang belum ditemukan keterlibatan orang asing. "Untuk suplier bahan baku kami sudah menangkap perempuan berinisial AS tadi malam," kata Dit Narkoba Bareskrim Brigjen Krisno, di Bantul Senin siang (27/9).
 
Kepolisian saat ini sedang mengembangkan kasus ini, khususnya memetakan asal bahan baku dan jalur yang digunakan untuk mendatangkan barang. Didiga ada beberapa bahan baku yang didatangkan dari negara lain selain Cina.
 
Dari penggerebekan pada Rabu dini hari (22/9) di dua lokasi pabrik yang di Jalan IKIP PGRI 158 Desa Ngestiharjo, Kasihan, Bantul dan Nologaten, Gamping, Sleman, petugas mendapat barang bukti bahan baku seberat 7,7 ton.
 
Bahan baku atau prekursor yang ditemukan antara lain Polivinilpirolidon (PVP) 25 Kg, Microcrystalline Cellulose (MCC) 150 Kg, Sodium Starch Glycolate (SSG) 450 Kg, Polyoxyethylene Glycol 6000 (PEG) 15 Kg, Dextromethorphan 200 Kg, Trihexyphenidyl 275 Kg, Talc 45 Kg, Lactose 6.250 Kg, dan 100 Kg adonan bahan baku siap produksi.
 
 "Selain bahan baku kami juga mendapatkan 30,34 juta butir obat keras yang dikemas dalam 1.200 koli paket dus yang siap edar ke pemesan di berbagai kota," jelasnya.
 
Barang bukti lain adalah satu unit truk colt diesel AB 8608 IS, tujuh buah Mesin cetak pil Hexymer, DMP dan double L, lima buah mesin oven obat, dua buah mesin pewarna obat, dan satu buah mesin coding/printing untuk mencetak
 
"Dari keterangan pengelola, Daud dan Joko yang sudah kami amankan, untuk biaya awal pengoperasian pabrik serta gaji karyawan mencapai Rp2-3 miliar. Sedangkan omzet per hari mereka mencapai Rp2 miliar dengan asumsi rata-rata memproduksi 2 juta butir pil," papar Dit Narkoba Bareskrim Brigjen Krisno. 
 
Kepala Balai Besar POM Yogyakarta, Dewi Prawitasari mengatakan bahwa produksi dari dua pabrik ini bukan masuk kategori pemalsuan, melainkan obat ilegal. "Sebab tidak memiliki izin baik pada penggunaan sarana produksi maupun izin edarnya," kata Dewi.
 
Menurut Dewi, saat dikonsumsi enam jenis obat keras yang diproduksi yaitu Hexymer, Trihex, DMP, Tramadol, double L, dan Alprazolam menimbulkan efek euforia dan melemaskan otot bagi penggunanya.
 
 "Meski diproduksi skala besar di DIY, ini jangan dikaitkan dengan maraknya peredaran pil-pil ilegal di DIY. Pasalnya produksi pabrik di sini sudah dipesan dan dipasarkan ke berbagai kota di Indonesia," katanya.
22615